Apakah Wudhu Wanita Menjadi Batal Karena Keputihan?
Yang sering atau kerap kali menjadi pertanyaan oleh para kaum wanita terkait keputihan atau lendir yang keluar dari kemaluan wanita yaitu : “Apakah keputihan dan lendir ini dihukumi najis”? juga dengan pertanyaan yang semisal seperti “Apakah wudhu seorang wanita menjadi batal jika tiba-tiba lendir atau keputihan keluar dari kemaluannya?”
Sejak dahulu para Ulama membahas tentang suci tidaknya keputihan atau lendir yang keluar pada kemaluan wanita. Hal ini adalah perkara khilafiyah. Menurut ilmu kedokteran atau medis, keputihan disebut dengan istilah flour albus. Adapun definisi secara ringkasnya adalah cairan berwarna putih yang keluar dari vagina seorang wanita. Dari sisi ilmu kedokteran keputihan seorang wanita telah terbagi menjadi dua:
Pertama, keputihan normal (fisiologis), yaitu lendir yang keluar menjelang maupun setelah masa menstruasi atau haidh atau juga keluar pada masa subur atau pun waktu ovulasi.
Kedua, keputihan penyakit (patologis) , yakni lendir yang keluar karena infeksi akibat bakteri, virus, jamur disertai rasa gatal didalam dan di sekitar bibir vagina.
Para Ulama terdahulu telah membahas hal ini dengan istilah Ruthubah (رطوبة) yaitu lendir yang keluar dari kemaluan wanita. Adapun sekarang ia dikenal dengan istilah ifraazat (افرازات) yakni keputihan .
Menurut para Ulama, hukum dari ifraazat sama dengan hukum ruthubat yakni keduanya sama-sama lendir yang telah keluar dari farji atau kemaluan wanita, namun para Ulama di sini berbeda pendapat terkait najis apa tidaknya keputihan tersebut dan implikasi dalam hal ini terbagi menjadi dua:
Pertama, najis apa tidaknya keputihan tersebut, sedangkan pendapat yang paling kuat adalah tidak najis.
Kedua, apakah keputihan itu membatalkan wudhu atau tidak, sedangkan pendapat yang paling kuat adalah tidak membatalkan wudhu.
Keputihan Tidak Najis
Imam An-Nawawi rahimahullah telah menjelaskan tentang perbedaan pendapat Ulama dalam hal ini, lalu beliau mengunggulkan pendapat bahwasannya keputihan adalah suci. Al-Majmu’ (II/570)
Beliau menerangkan, keputihan yang keluar dari farji seorang wanita adalah cairan putih yang khilafiyah dalam sifatnya. Apakah ia disamakan dengan madzi ataukah cairan kemaluan biasa. Maka dari itu, para ulama berbeda pendapat.
Penulis kitab Al-Hawi -yaitu Imam al-Mawardi beliau menukil penegasan Imam Asy-Syafi’i dalam sebagian kitabnya bahwa keputihan pada wanita hukumnya adalah suci.
Dalil mengenai sucinya keputihan adalah hadits Aisyah radhiyallahu ‘anha yang mengerik sisa mani Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wasallam yang menempel pada baju beliau yang artinya :
“Aku mengerik mani itu dari baju Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wasallam” (HR. Muslim No.288)
Imam Ibnu Qudamah menjelaskan maksud hadits ini yakni hukum keputihan atau lendir yang keluar dari farji wanita adalah suci, karena di sini Ibunda Aisyah telah mengerik mani dari baju Rasulullah yang keluar setelah berhubungan intim. Al-Mughni (I/767)
Baca juga artikel kami lainnya Hukum Wanita Mengiringi Jenazah Sampai Pemakaman
Keputihan Tidak Membatalkan Wudhu
Menurut jumhur ulama keputihan yang dialami wanita muslimah bahwa keluarnya lendir putih ini membatalkan wudhu. Sedangkan dalil yang menjadi acuan adalah riwayat yang menyebut bahwa Rasulullah memerintahkan seorang wanita ynag mengalami istihadhah yaitu keluar darah secara terus menerus agar berwudhu di setiap kali hendak melaksanakan shalat. Syaikh Shalih Al-Utsaimin condong pada pendapat ini namun jika keputihan tersebut keluar terus menerus tanpa berhenti, beliau menegaskan bahwa ia tidak termasuk membatalkan wudhu.
“Keluarnya lendir putih dapat membatalkan wudhu. Wanita yang mengalaminya wajib wajib mengulangi wudhu. Namun jika keluar terus menerus tanpa sekalipun berhenti, maka tidak membatalkan wudhu”. Majmu’ al-Fatawa (I/284-286)
Pendapat berbeda dalam permasalahan khilafiyah ini datang dari Ibnu Hazm dan Ibnu Taimiyah, bahkan beliau berdua memiliki pendapat bahwasannya keputihan itu tidak membatalkan wudhu. Inilah pendapat yang paling kuat, berdasarkan beberapa alasan yang sebagaimana tertulis dalam kitab Hukmu Ar-Ruthubah, antara lain :
Pertama, Tidak ada satupun hadits shahih, hasan, bahkan dhaif sekalipun yang mengharuskan muslimah berwudhu lagi jika keluar lendir putih atau mengalami keputihan.
Kedua, Mewajibkan wudhu setiap kali keluar lendir putih, sungguh memberatkan kaum wanita.
Ketiga, Allah menyebut haidh “kotoran”didalam al-qur’an. Dan cairan lainnya sebagai sesuatu yang suci, maka hukum asal keputihan adalah suci.
Jadi, keputihan atau lendir putih yang keluar dari farji atau vagina itu hukumnya suci dan keluarnya lendir itu tidak membatalkan wudhu.
Kesimpulan
Pertama, Keputihan yang dialami para wanita baik pada zaman Nabi maupun zaman kita sekarang, bukan dihukumi sesuatu hal yang najis.
Kedua, Jika keputihan keluar dari kemaluan saat seorang wanita dalam keadaan suci dari hadast, sungguh hal ini tidak membatalkan wudhu atau mengharuskan dia berwudhu kembali karenanya. (an-najma.com)
Referensi:
- Al Majmu’ (11/570)
- Majmu’ Al-Fatawa
- Al-Mughni
- Fikih kesehatan Wanita Kontemporer
- Kitab Hukmu Ar-Ruthubah oleh Dr. Ruqayyah bin muhammad al-Muharib