Hukum Berjualan di Trotoar

0

Trotoar merupakan fasilitas umum yang disediakan pemerintah sebagai akses untuk masyarakat agar dapat memanfaatkan secara luas. Masyarakat yang berpenghasilan sebagai pedagang banyak yang merasa kesulitan dalam mencari tempat berdagang, terlebih lagi masyarakat dengan tingkat penghasilan rendah, mereka cenderung mencari tempat berjualan yang terbebas dari biaya sewa, karena minimnya penghasilan dan tipisnya laba.

Oleh sebab itu banyak masyarakat yang memilih untuk memanfaatkan fasilitas umum yang telah disediakan pemerintah seperti: trotoar, lorong jalan, pinggir jalan, dan sebagainya. Selain tempat ini adalah tempat yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat umum secara tidak permanen (pemanfaatan sementara), masyarakat juga dapat menghindari biaya sewa, sehingga biaya sewa dapat dialihkan untuk keperluan lainnya. Namun, yang menjadi pertanyaan adalah, bagimana hukum berjualan di trotoar dalam Islam?

Pemanfaatan Jalan Umum

Memahami dari pemanfaatan jalan umum, di dalam Islam terdapat beberapa ketentuan yang harus kita ketahui yang mana dari sini kita dapat mengambil kesimpulan dari hukum memanfaatkannya. Sehingga, kita dapat mengetahui hukum berjualan di trotoar, dikarenakan trotoar merupakan bagian dari jalan umum.

Pertama,  bahwa syari’at Islam membolehkan mengambil manfaat dari jalan umum seperti; berjalan, melepas penat, istirahat sebentar, akad jual beli, atau hanya sekedar untuk minum dengan syarat tidak membahayakan orang lain.

Kedua, Jika memanfaatkan trotoar tidak membahayakan, merugikan, atau dapat mencelakakan orang lain, diperlukan izin menurut Imam Abu Hanifah dan tidak diperlukan izin menurut Imam Syafi’i dan Imam Ahmad, seperti dalam perkataannya:

“Barangsiapa yang mendahului melakukan apa yang belum pernah dilakukan oleh seorang Muslim, maka dia lebih berhak melakukannya”. (Kitab Fiqih Islam wa Adillatuhu, Imam Wahbah Az-Zuhaili, hal. 4680).

Kedua, Jika memanfaatkan trotoar membahayakan atau merugikan orang lain seperti halnya menghalangi jalan, maka ini dilarang. Bahkan pemanfaatan jalan yang dapat membahayakan orang lain dapat dihukumi haram, hal ini di sepakati oleh para ulama’. Rasulullah Sallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,

            لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَرَ

 “Tidak boleh membahayakan diri dan membahayakan orang lain” (HR. Ahmad, Malik, dan Ibnu Majah).

Ketiga, Pemanfaatan jalan umum hanyalah bersifat sementara bukan berarti menjadi kepemilikanya secara mutlak. Masyarakat umum yang memanfaatkannya untuk berjualan tidak diperbolehkan mengaku atau merasa tempat yang ia gunakan adalah miliknya secara mutlak, seperti membangun sebuah bangunan permanen. Sehingga dapat menahan orang lain untuk memanfaatkannya, padahal setiap orang punya hak untuk memanfaatkan jalan umum. (Menurut pendapat Imam Syafi’i)

Imam Syafi’i berkata :

“Jalan bersih yaitu jalan yang tidak ditata sedemikian rupa (jalan umum) sehingga merugikan orang yang lewat ketika melewatinya. Karena hak atasnya adalah milik seluruh umat Islam, tidak boleh membuka jalan untuk atap atau sabat apa pun (yakni gudang dengan dua dinding dan jalan di antaranya) yang masing-masing akan merugikan orang.” (Kitab Fiqih Islam wa Adillatuhu, Imam Wahbah Az-Zuhaili, hal. 4680).

Baca juga artikel kami Hukum Parfum bagi Wanita

Kesimpulan dari pembahasan di atas bahwa hukum memanfaatkan trotoar sebagai tempat berjualan adalah boleh. Umat Islam memiliki hak atasnya. Akan tetapi, pemanfaatan tersebut dilarang apabila membahayakan, merugikan atau dapat mencelakakan orang lain. Tentunya, tetap dengan memenuhi protokol dan peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Wallahua’alam bishowwab (Tikaapriyana/an-najma.com)

Leave A Reply

Your email address will not be published.