Setiap Amalan Tergantung Akhirnya
Sejatinya, kehidupan di dunia ini laksana permainan yang terbatas oleh waktu. Siapa yang meraih skor lebih tinggi ialah pemenangnya. Namun orang yang meraih skor tinggi belum tentu menang, selagi permainan belum usai. Sebab pada saat detik-detik terakhir segalanya dapat berubah. Artinya, seseorang yang sangat shalih belum tentu selamat, selagi kehidupan masih berjalan dan belum berakhir. Orang yang semula shalih bisa berujung buruk, begitu pula orang yang awalnya buruk bisa berakhir baik.
Mengapa bisa seperti itu?
عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّ الرَّجُلَ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ وَإِنَّهُ لَمِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ وَإِنَّهُ لَمِنْ أَهْلِ النَّارِ وَإنَّماَ الْأَعْمَالُ باِلْخَوَاتِمِ
Dari Sahl bin Sa’ad berkata, bahwasannya Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “sesungguhnya ada seseorang yang beramal dengan amalan penduduk neraka namun berakhir menjadi penduduk surga, dan adapula seseorang yang beramal dengan amalan penduduk ahli surga namun berakhir menjadi penduduk ahli neraka”. (HR. Bukhari)
Imam Az-Zarqani Rahimahullah menerangkan makna hadits tersebut adalah, “Bahwasannya, nasib seseorang itu sangat ditentukan oleh amalan terakhirnya, dan dengan amalan terakhirnya itu ia akan diberi balasan oleh Allah”.
Maksudnya, barangsiapa yang berpindah dari perbuatan buruk kepada perbuatan baik, maka ia dianggap sebagai orang yang bertaubat kepada Allah Ta’ala. Adapun barangsiapa yang berpindah dari keimanan menuju kepada kekufuran, maka ia dianggap sebagai orang yang murtad.
Baca juga artikel kami Berniat Sebelum Beramal
Akhir Menjadi Tolak Ukur
Telah disebutkan dalam hadits shahih, bahwa ketika Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam berjihad melawan kaum kaum musyrikin, tiba-tiba ada seseorang dengan gagah berani melawan kaum musyrikin. Nabi berkata kepada para sahabat bahwa orang tersebut termasuk calon penghuni neraka. Mendengar perkataan Nabi para sahabat merasa heran. Seorang sahabat membuntuti sang pemberani tersebut. Betapa terkejutnya ia ketika menyaksikan sendiri orang tersebut bunuh diri dengan menusukkan pedangnya ke dalam perut. Ia meninggal bukan karena dibunuh oleh orang-orang musyrikin, melainkan karena membunuh dirinya sendiri. Lalu sahabat tersebut menemui Rasulullah dan memberitahukan kejadian yang baru saja ia saksikan.
Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Atsqalani Rahimahullah menjelaskan bahwa, siapapun yang beramal shalih namun dengan niat riya’ dan atas dasar kemunafikan, pasti ia akan mengakhiri hidupnya dengan keburukan. Setiap orang yang beriman pasti mendambakan akhir kehidupan yang husnul khatimah. Betapa banyak orang yang dahulunya beramal shalih pada akhir kehidupannya malah menjadi ahli maksiat. Dan banyak pula ahli maksiat yang kemudian bertaubat dan akhir dari hidupnya menjadi husnul khatimah. Wallahu a’lam bish shawwab. (Erlita Sholihah/an-najma.com)
Referensi:
- Al-Jam’u Baina Shahihain Al-Bukhari wa Muslim
- Al-Musnad Imam Ahmad bin Hambal
- Syarh Al-Muwatha’ Imam Malik