ULAMA TERKEMUKA DARI BUDAK PERSIA
Dalam Islam, budak memiliki hak yang sama dengan dengan orang-orang merdeka dalam pendidikan. Meski berstatus budak, seseorang tidak terhalangi dalam menuntut ilmu. Bahkan banyak di antara para budak itu yang menjadi ulama besar dan menjadi guru orang-orang yang merdeka. Siapakah para ulama itu?
Di masa tabi’in’ bermunculan para ulama yang berasal dari mereka yang berstatus budak. Salah satu dari sekian ulama tersebuat ialah;
Rufai bin Mihraan, lahir di Persia. Di negeri itu pula beliau tumbuh besar. Ketika kaum muslimin masuk ke negeri Persia untuk mengeluarkan penduduknya dari kegelapan menuju cahaya, Rufai termasuk salah satu pemuda yang jatuh ke tangan kaum muslimin yang penyayang, lalu dibawa ke pangkuan mereka yang sarat dengan kebaikan dan kemuliaan.
Kemudian beberapa saat dia dan juga yang lain memperhatikan keluhuran Islam, lalu membandingkan dengan apa yang mereka anut sebagai penyembah berhala, akhirnya mereka memeluk Islam dan menjalankan Islam dengan sebaik-baiknya. Rufa’i pun bersegera mempelajari Al-Qur’an seperti orang yang kehausan, dia juga mereguk hadits-hadits Rasulullah dalam tegukan yang mengagumkan, sampai dia benar benar merasa puas dengan kitab Allah dan sunnah rasul-Nya. Oleh karenanya, ia menjadi ulama terkemuka yang sangat besar.
Rufa’i bin mihraan dimiliki seeorang majikan wanita dari bani Tamim. Dia adalah wanita yang teguh, cerdas, jiwanya penuh ketakwaan dan keimanan. Rufa’i berkhidmat padanya pada sebagian siang dan istirahat pada sebagian siang yang lain. Beliau gunakan waktu senggangnya untuk membaca dan menela’ah ilmu. Beliau tetap menuntut ilmu tanpa mengganggu tugas-tugasnya sedikitpun.
Suatu hari Jum’at, Rufa’i berwudhu dan memperbagus wudhunya, kemudian meminta izin kepada majikannya, “Hendak kemanakah kamu wahai Rufai?” Rufai menjawab, “Saya hendak ke masjid.” Majikannya bertanya, “Masjid manakah yang kamu maksud?” Jawabnya, “Masjid Jami’” Majikannya berkata, “Kalau begitu marilah berangkat bersamaku.” Maka keduanya berangkat ke masjid lalu masuk masjid seperti yang lain. Namun Rufai belum memahami apa tujuan majikannya.
Ketika kaum muslimin telah berkumpul, majikan Rufai angkat bicara, “Saksikanlah wahai kaum muslimin, sesungguhnya aku telah memerdekakan budakku ini (Rufai) karena mengharap pahala Allah, memohon ampunan dan ridha-Nya, dan bahwasanya tidak layak seseorang menempuh suatu jalan melainkan jalan yang baik.”
Sejak hari itu Rufai bin Mihraan sering bolak-balik ke Madinah al-Munawarah. Beliau sempat bertemu dengan ash-Shiddiq beberapa saat sebelum wafatnya. Beliau juga beruntung dapat bertemu dengan Umar bin Khotob, belajar Al-Quran kepadanya dan sholat di belakangnya.
Tidak cukup dengan belajar kitabullah saja, Rufa’i juga belajar hadits juga kepada para sahabat Nabi shallallhu ‘alaihi wasallam di Madinah dan ke tabiin di manapun mereka berada. Jika dikatakan kepada beliau ada seorang beliau, maka beliau tarik kekang kendaraannya, kendati jauh jaraknya, walau membutuhkan waktu yang lama. Jika beliau sudah sampai, beliau akan sholat di belakang orang yang dituju. Jika ia mendapati orang itu meninggalkan hak-hak sholat, maka beliau akan berpaling secara bergumam; “Sesungguhnya orang yang meremehkan sholat, tentulah untuk perkara lainnya lebih meremehkan”, lalu beliau kembali pulang.
Baca juga Tarhib Ramadhan
Rufa’i yang dijuluki Abu Al-Aliyah melejit jauh dalam pemahamannya terhadap kitabullah dan sunnah Rasulullah shallahu ‘alaihi wasalllam. Beliau menganjurkan manusia untuk antusias dalam mencari ilmu, dan menunjukkan mereka jalan untuk dapat meraihnya. Beliau berkata, “Sibukkanlah diri kalian untuk menimba ilmu dan perbanyaklah bertanya tentangnya. Ketahuilah bahwa ilmu tidak akan hinggap bagi orang yang malu (dalam hal ilmu) dan orang yang sombong. Orang yang malu dia tidak mau bertanya karena malu, orang yang sombong tidak bertanya karena kecongkakannya.” Beliau juga menganjurkan murid-muridnya untuk mempelajari Al-Quran, menjaganya dan berpegang teguh kepada apa yang terkandung di dalamnya serta berpaling dari segala perkara bid’ah yang diada-adakan. Begitu banyak ilmu yang beliau kuasai hingga banyak orang yang menyukai majelisnya, menimba ilmu dari beliau yang ramah dan semangat dalam menyampaikan. Walau majelis Abu Al-Aliyah sudah berakhir, tapi ilmu dan nasihat yang disampaikan tetap tersebar luas sampai sekarang ini. Semoga Allah melimpahkan rahmat dan berkah kepada Rufa’i bin Mihraan. Wallahu a’lam bishawab. (Nur Aliyah/an-najma.com)