Trauma itu Baik
Majunya teknologi dan internet pada masa sekarang memudahkan akses kita untuk memperoleh banyak informasi. Hal ini mengharuskan kita untuk cerdas dalam memilah-milah informasi dengan baik. Jika tidak, yang salah pun kita telan mentah-mentah tanpa disaring terlebih dahulu.
Kabar yang Beredar
Belum lama ini kita dihebohkan dengan adanya kasus penyimpangan di salah satu pesantren ternama. Banyak kontroversi yang dituai oleh pimpinan pesantren tersebut. Jauh lagi, sebelum kabar ini tersebar di salah satu pesantren juga, pimpinan mereka semena-mena dalam memperkosa santri putrinya, waliyaadzubillah.
Hal ini membuat sebagian masyarakat menyebarkan opini tanpa analisasi. Mereka dengan enteng mengatakan, “saya trauma jadinya, memasukkan anak saya ke pesantren”, “mendingan anak saya sekolah diluar, dari pada di pesantren”, “takut masuk pesantren, nanti malah sesat”, dan masih banyak lagi. Paradigma seperti inilah yang harus kita luruskan. Tak semua pesantren seperti itu, kemerdekaan Indonesia saja tak lepas dari peran pesantren juga kiprah para ulama dan santrinya.
baca juga KHIDMAH ISTRI TERHADAP PEKERJAAN RUMAH TANGGA
Trauma yang Baik
Trauma adalah kondisi yang terjadi sebagai akibat dari peristiwa buruk yang menimpa diri seorang. Dalam hal ini, berarti trauma dengan dosa yang telah terlanjur dilakukan oleh seseorang itu sangatlah baik. Dengan munculnya trauma ini, seseorang akan berhati-hati lagi dengan perbuatan yang dulu ia pernah lakukan. Rasa takut yang muncul dikarenakan kekhawatirannya dengan adzab yang akan ia terima, membuat ia menyesal sejadi-jadinya.
وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا اللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَىٰ مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ
“Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui”. (QS. Ali- Imran: 135).
Inilah trauma yang baik, yaitu seseorang yang terlanjur berbuat dosa kemudian ia ingat kepada Allah dan takut terhadap adzab yang menanti. Tak berhenti hanya di situ saja, tetapi ia pun harus berazam kuat untuk tidak kembali melakukan dosa tersebut. Orang mukmin yang bersungguh-sungguh dari keterlanjurannya itulah yang mendapat ampunan dari Allah.
مَا مِنْ رَجُلٍ يُذْنِبُ ذَنْبًا فَيَتَوَضَّأُ فَيُحْسِنُ الْوُضُوءَ ثُمَّ يُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ وَيَسْتَغْفِرُ اللَّهَ إِلَّا غَفَرَ اللَّهُ لَهُ
“Tidaklah seorang (muslim) melakukan suatu perbuatan dosa, lalu dia berwudhu dengan baik , kemudian melaksanakan shalat dua rakaat , lalu meminta ampun kepada Allah, melainkan Allah akan mengampuni (dosa)nya”. (HR at-Tirmidzi (no. 406 dan 3006)).
Sehingga kalimat yang seharusnya kita lantangkan adalah “ saya trauma dengan narkoba”, “saya trauma dengan zina”, “saya takut melakukan dosa lagi”, dan yang lain-lain. Melihat akibat dari dosa juga takut untuk melakukannya. Bukan malah sebaliknya, trauma untuk melakukan kebaikan dan takut bekecipung dengan hal yang baik. Kabar yang tidak seharusnya terjadi dari suatu background yang baik, membuat kita harus berhati-hati agar hal yang serupa tak terjadi lagi, menganalisa terlebih dahulu, memeriksa kembali, meneliti jauh, agar paradigma yang salah tak tersebar di antara masyarakat. Semoga Allah memberikan kemudahan kita untuk segera merasa ‘trauma dengan dosa’. Wallahu a’lam bisshowab. (Syaifatul Mashfufah/an-najma.com)
Referensi:
1. Tafsir Al-Azhar, Hamka, jilid 2,.
2. Minhajul Muslim, Abu Bakar Jabir Al-Jazairi