KHIDMAH ISTRI TERHADAP PEKERJAAN RUMAH TANGGA
Agama Islam mengatur semua urusan manusia baik kecil maupun besar, termasuk dalam urusan rumah tangga. Pada zaman Rasulullah para istri terbiasa melayani suami mereka agar suami mereka merasa senang dengan segala perbuatan dan tindakan yang mereka lakukan. Salah satu gambaran khidmah seorang istri kepada suaminya dahulu adalah kisahnya Fatimah binti Rasulullah kepada suaminya, Ali bin Abi Thalib. Kedua tangan beliau sampai terluka karena aktivitas menggiling gandum.
ISTRI DAN KHIDMAHNYA
Budaya Indonesia sendiri menjadikan pekerjaan rumah tangga seakan-akan menjadi kewajiban seorang istri. Kebiasaan yang ada di Indonesia bahwa istrilah yang mengambil alih pekerjaan rumah tangga, berbeda dengan budaya bangsa Arab yang mana suamilah yang mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Kebiasaan sebuah daerah bisa menjadi sandaran hukum ketika sebuah kebiasaan tersebut sesuai dengan nash syar’i dan tidak menyelisihi syari’at.
Imam Asy-Syafi’i di dalam kitab Al-Umm mengatakan bahwa apabila seorang suami kurang dalam menafkahi sandang, pangan, dan papan sedangkan istri tidak mempunyai kemampuan (sakit yang berkepanjangan) dalam mengerjakan pekerjaan rumah tangga, maka wajib bagi suami untuk menyediakan pembantu. Suami juga wajib untuk memberi bayaran kepada pembantu tersebut yang telah mengerjakan pekerjaan rumah tangga tersebut. Akan tetapi, bayaran untuk pembantu tersebut tidak boleh melebihi nafkah yang diberikan suami kepada istrinya.
Madzhab Syafi’i berpendapat bahwa ketika suami tidak mampu untuk mendatangkan seorang pembantu untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga, maka istri tidak boleh memaksa suami untuk mendatangkan pembantu. Akan tetapi, istri bisa memaksa suami untuk membuatkan makanan dan mengerjakan pekerjaan rumah tangga.
Mari baca juga artikel kami Antara Hijab Syar’i dan Hijab Trendi!
Dalam kitab Majmu’ Syarhul Muhadzdzab karya Imam Asy- Syairazi menyebutkan bahwa tidak wajib atas istri berkhidmah untuk membuat roti, memasak, mencuci, dan bentuk lainnya, karena yang ditetapkan (dalam pernikahan) adalah kewajiban untuk memberikan pelayanan seksual (istimta’), sedangkan pelayanan lainnya tidak termasuk kewajiban
Madzhab Syafi’i mewajibkan khidmah seorang istri dalam bentuk pelayanan biologis, dan istri tidak terkena beban pekerjaan rumah tangga karena suami hanya memerintahkan istri untuk melayani dalam hal biologis, maka wajib bagi istri untuk mentaati apa yang diperintahkan oleh suaminya tersebut yaitu pelayanan di atas tempat tidur. Mengenai khidmah seorang istri dalam pekerjaan rumah tangga tidak ada kewajiban untuk mengerjakannya karena tidak adanya ketetapan perintah suami dalam hal tersbut, akan tetapi tidak ada salahnya jika seorang istri berkhidmah dengan cara yang baik kepada suaminya yaitu dengan cara mengerjakan pekerjaan rumah. Allah Ta’ala berfirman,
وَعَاشِرُوْهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِ
“…Dan bergaullah dengan mereka(istri-istri) dengan cara yang baik…”
Dalam kitab Majmu’ Syarhul Muhadzdzab dikatakan bahwa maksud dari ayat di atas adalah menyediakan pembantu untuk istri karena suami wajib memberikan nafkah kepada istri dan melayaninya seperti yang dilakukan oleh orang tuanya kepadanya, dan suami juga wajib memberikan upah kepada pembantu tersebut. Khidmahnya seorang istri dalam pekerjaan rumah tangga menjadi wajib ketika hal tersebut diperintahkan oleh suaminya, maka ia wajib untuk mentaatinya dan melakukan pekerjaan tersebut.
Tidak ada perselisihan di kalangan ahli fiqih mengenai kebolehan istri membantu suaminya dalam urusan rumah tangga, baik ia terbiasa melayani dirinya sendiri ataupun tidak. Adapun mengenai hukumnya apakah wajib atau tidak sesuai dengan ketetapan yang terjadi diantara suami dan istri.
Ketetapan pertama yang menjadikan khidmah seorang istri hukumnya wajib ketika telah menjadi ketetapan di sebuah daerah bahwa istrilah yang mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Namun, apabila di sebuah daerah tidak ada ketetapan bahwa istrilah yang harus mengerjakan pekerjaan rumah tangga, maka tidak ada kewajiban bagi istri untuk berkhidmah pada hal tersebut. Ketetapan kedua yang menjadikan khidmah istri hukumnya wajib adalah ketika hal hal tersebut adalah perintah suami dan seoang istri harus mentaatinya selama tidak menuju kepada kemaksiatan.
Ketaatan istri pada suami hukumnya wajib. Oleh karena itu wajib bagi istri untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga ketika sang suami memerintahkannya, sebagai bentuk ketaatan kepadanya. Wallahu a’lam bish shawab. (smile/an-najma.com)