Hukum dan Sunnah-Sunnah Berkurban
Kata berkurban sudah tidak asing lagi bagi kita. Apalagi ketika sudah memasuki bulan Dzulhijjah. Bulan dimana Nabi Ibrahim akan membunuh anaknya yaitu Nabi Ismail atas perintah Rabbnya. Akan tetapi, karena kepatuhan, ketakwaan, serta kesabaran Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail kepada Rabbnya, Allah menggantinya dengan domba jantan yang berasal dari surga. Yang mana berkurban dengan hewan kurban memiliki hukum dan sunnah-sunnahnya. Bagaimanakah hukum dan sunnah-sunnahnya?
Adapun kata kurban secara bahasa merupakan bentuk pecahan dari kata الضُّحَى yang berarti meningginya matahari. Hal ini karena kurban dilakukan pada waktu tersebut. Sedangkan secara istilah kurban adalah apa-apa yang disembelih berupa onta, sapi, kambing, dan jenis kambing lainnya pada hari raya ied dan hari tasyrik sebagai bentuk mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala.
Allah Ta’ala berfirman mengenai perintah untuk berkurban,
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
“Maka laksanakan sholat karena tuhanmu dan berkurbanlah” (QS. Al-Kautsar:2)
Maksud dari berkurban dalam ayat ini adalah menyembelih hewan kurban, atas pendapat ashoh dilakukan setelah sholat ied. Begitu pula yang terdapat dalam hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Anas radhiyallahu anhu. Bahwasannya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkurban dengan dua domba jantan, kemudian Anas berkata, “begitupula aku pun berkurban dengan duanya”. Adapun dalam sebuah riwayat menyebutkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkurban dengan dua domba jantan yang memiliki bulu yang putih dan dua tanduk. Beliau pun menyembelihnya dengan tangannya sendiri serta membaca basmalah dan bertakbir dalam keadaan kaki beliau berada di atas sisi leher keduanya.
Hukum Berkurban Apakah Wajib?
Islam menjadikan ibadah berkurban masuk ke dalam salah satu ibadah sunnah mu’akkadah. Berkurban juga merupakan salah satu syiar Islam yang nampak. Oleh karena itu, hendaknya kaum muslimin mampu untuk memelihara atau memperhatikan dengan baik syiar ini.
Berkurban tidak hanya menjadi sunnah mu’akkadah saja. Akan tetapi ia juga bisa sunnah kifayah dalam sebuah keluarga. Apabila salah satu dari anggota keluarga telah berkurban, maka gugurlah sunnah berkurban atas anggota keluarga yang lain. Berkurban pun tidak menjadi suatu kewajiban yang harus dikerjakan. Sebagaimana Abu Bakar dan Umar radhiyallahu anhum, mereka tidak selalunya melaksanakan kurban pada setiap tahunnya agar tidak menjadikan berkurban sebuah kewajiban.
Adapun berkurban dapat menjadi sebuah kewajiban dalam dua keadaan.
Pertama, Ta’yinu Udhiyah ( Telah menetapkan hewan untuk berkurban)
Seperti ketika seseorang berkata “ini adalah kurbanku” dengan menunjuk kepada onta atau kambing miliknya atau berkata “aku akan berkurban dengan kambing ini”. Apabila seperti itu, maka hukumnya menjadi wajib baginya untuk berkurban dengan hewan tersebut. Berlaku pula atasnya ketentuan-ketentuan berkurban yang bersifat wajib seperti nadzar.
Kedua, Bernadzar dengan berkurban
Apabila seorang muslim bernadzar untuk berkurban, maka berkurban menjadi wajib baginya karena ia telah mengharuskan dirinya untuk bertaqorub kepada Allah Ta’ala dengan berkurban atau dengan ketaatan yang lain.
Berkurban memiliki sunnah-sunnah yang hendaknya diperhatikan oleh kaum muslimin yang hendak berkurban. Adapun sunah-sunah tersebut sebagai berikut.
Pertama, Disunnahkan bagi siapa saja yang ingin berkurban apabila telah memasuki sepuluh awal bulan Dzulhijjah, hendakanya ia tidak memotong rambut dan kuku sampai ia berkurban.
Kedua, Disunnahkan untuk berkurban atau menyembelih sendiri dan diperbolehkan untuk mewakilkan kepada orang lain yang diperbolehkan atau yang telah memenuhi syarat penyembelih. Baik laki-laki atau perempuan.
Ketiga, Dianjurkan melakukan adab-adab umum dalam menyembelih. Seperti mempertajam pisau, menggemukkan hewan kurban dll dan disunnahkan pula untuk menghadap ke arah kiblat.
Keempat, Disunnahkan bagi penyembelih membaca basmalah dan bertakbir dan berdoa “ اللهم تقبل مني ”
Kelima, Disunnahkan menyembelih hewan kurban di pekarangan rumahnya agar dapat disaksikan oleh keluarganya, karena doa dan pahala dari kurban tersebut juga meliputi mereka.
Keenam, Disunnahkan bagi imam kaum muslimin untuk berkurban atas nama kaum muslimin secara menyeluruh yang diambil dari baitul mal baik dengan seekor unta atau kambing dan melakukannya di depan mushola serta dengan tangganya sendiri.
Baca Juga…. Hukum Puasa Arafah
Ketujuh, Disunnahkan pula bagi seorang musafir untuk berkurban sebagaimana orang yang hadir.
Demikianlah hukum-hukum dan sunnah-sunnah dalam berkurban menurut madzhab Syafi’i. Semoga kita sebagai kaum muslimin dapat mengamalkan dengan sebaik-baiknya. Wallahu ‘alam bish Showab. (Indana Lazulfa/an-najma.com)