Hukum Puasa Arafah
Memasuki bulan Dzulhijjah, kita para hamba selayaknya menyambut bulan ini dengan bahagia. Pasalnya, di bulan ini banyak amalan shaleh, yang mana Allah akan melipatgandakan pahala bagi hamba yang mengerjakannya. Terutama pada 10 hari pertama bulan Dzulhijjah. Hal itu karena di dalamnya terdapat puasa yang memiliki keutamaan menghapus dosa satu tahun yang lalu dan yang akan datang. Puasa tersebut adalah puasa Arafah.
Puasa Arafah Pada Bulan Dzulhijjah
Bulan Dzulhijjah juga biasa disebut dengan bulan haji karena pada tanggal 9 di bulan ini kaum muslimin yang melaksanakan ibadah haji sedang melaksanakan wukuf di Arafah. Sedangkan, bagi kaum muslimin yang tidak melaksanakan ibadah haji, maka melaksanakan puasa sunnah Arafah.
Puasa Arafah merupakan salah satu dari macam-macam puasa tathawu’. Tathawu’ adalah pendekatan diri kepada Allah Ta’ala dengan apa-apa yang bukan termasuk kewajiban dari ibadah. Adapun hukum puasa tathawu’ adalah sunnah bahkan dianggap afdhol untuk mengerjakannya. Sebagaimana yang di dalam salah satu riwayat Abu Said Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Barangsiapa yang berpuasa suatu hari di jalan Allah, maka Allah akan menjauhkan wajahnya sejauh 70 musim.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Adapun maksud dari tujuh puluh musim adalah tujuh puluh tahun. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun juga telah menyebutkan tentang keutamaan puasa tathawu’ dalam sebuah hadits qudshi’.
Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaih wasallam bersabda, “Allah Ta’ala berfirman, ‘setiap amalan anak Adam untuknya kecuali puasa, sesungguhnya puasa itu untuk-Ku dan Akulah yang akan membalasnya dan puasa itu adalah perisai…’ (HR. Bukhari dan Muslim)
Baca juga artikel Sejarah Bulan Dzulhijjah!
Hukum Puasa Tathawu’
Dalam pelaksanan puasa tathawu’ tidak disunnahkan secara muthlak. Akan tetapi, terdapat beberapa waktu yang menjadikan puasa tathawu’ haram untuk mengerjakannya. Seperti ketika di bulan Ramadhan, hari raya idul fitri dan adha, serta hari-hari tasyriq. Terdapat pula hari-hari yang makruh untuk menjalankan puasa tathawu’. Sedangkan, ia menjadi sunnah apabila mengerjakannya di seluruh hari-hari sunnahnya untuk berpuasa. Termasuk di dalamnya adalah puasa hari Arafah.
Hukum Puasa Arafah
Puasa hari Arafah adalah puasa pada hari kesembilan pada bulan Dzulhijjah. Puasa ini disunnahkan kepada orang yang tidak melaksanakan haji. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Qotadah, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah ditanya tentang puasa Arafah, kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Puasa Arafah menebus dosa satu tahun yang lalu dan satu tahun yang akan datang”. (HR. Muslim)
Oleh karena, itu hari Arafah adalah hari yang paling afdhol. Sebagaimana yang diriwayatkan Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwasannya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tidaklah di antara hari yang dimana Allah membebaskan seseorang dari neraka lebih banyak dari pada hari Arafah.” (HR.Muslim)
Baca Juga Artikel kami Hukum Anestesi Pada Saat Berpuasa!
Orang Haji Berpuasakah?
Adapun bagi orang yang melaksanakan haji, sunnah baginya untuk berbuka (tidak berpuasa) sebagai bentuk ithibau’ sunnah. Begitulah yang terdapat di salah satu riwayat Ummu Fadhl binti Al-Haris radhiyallahu ‘anha, bahwa orang-orang saling berselisih di sekitarnya pada hari Arafah mengenai puasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pada hari Arafah. Sebagian dari mereka mengatakan “beliau berpuasa” dan sebagaian yang lain berkata “beliau tidak berpuasa”. Maka aku mengirim kepada belaiau semangkuk susu, ketika sedang berhenti di atas kudanya, kemudian beliau meminum susu tersebut. (HR.Bukhari)
Hal itu terjadi karena haji merupakan salah satu dari ibadah. Sedangkan do’a pada hari itu menjadi sebaik-baik do’a. Do’a yang cepat terkabulkan oleh Allah Ta’ala. Oleh karena itu, bagi orang yang berhaji hendaknya berbuka (tidak berpuasa) agar dapat lebih kuat untuk melaksanakan ibadah, maka berbuka lebih utama dari pada berpuasa.
Adapun sunnah untuk berpuasa tidak hanya pada hari Arafah saja. Akan tetapi mencakup pula berpuasa delapan hari sebelum hari Arafah. Baik dalam kondisi haji atau tidak. Hal itu karena ia termasuk hari-hari yang memiliki fadhilah yang mana Allah telah bersumpah atasnya. Allah Ta’ala berfirman,
وَٱلْفَجْر
“Demi fajar”
وَلَيَالٍ عَشْرٍ
“Dan malam yang sepuluh.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الْأَيَّامِ يَعْنِي أَيَّامَ الْعَشِ
“Tidak ada satu amal shalih yang lebih dicintai oleh Allah melebihi amal shaleh yang dilakukan pada hari-hari ini (yaitu 10 hari pertama bulan Dzul Hijjah).”(HR. Bukhari)
Adapun sunnah-sunnah tersebut teruntuk orang yang tidak memiliki udzur safar atau sakit yang mana ketika itu mereka disunnahkan untuk berbuka (tidak berpuasa). Wallahu ‘Alam bish Showab. (Indana Lazulfa/an-najma.com)
Refrensi:
Kitab Al-Mu’tammad fil Fiqh Asy-Syafi’i