Berjama’ah Via Elektronik, Bolehkah?
Shalat berjama’ah merupakan salah satu masyru’iyah dalam islam yang mencapai derajat sunnah muakaddah, yakni sunnah yang sangat dianjurkan terutama oleh kaum lelaki. Di dalamnya terkandung banyak faidah, sehingga ada sebagian ulama yang berpendapat bahwa shalat berjama’ah di masjid bagi kaum laki-laki ialah wajib.
Seiring berjalannya waktu, banyak kita dapati betapa pesatnya perubahan zaman hari ini dengan berbagai sarana elektronik yang semakin memudahkan jalan kehidupan manusia, maka hal ini menjadi indikasi atas munculnya berbagai permasalahan syari’at yang bersifat kontemporer, salah satunya yang berkaitan dengan fikih ibadah.
Salah satu bentuk permasalahan kontemporer fikih ibadah hari ini ialah bermakmumnya seseorang melalui via elektronik, baik melalui radio ataupun video live. Contohnya ketika ada siaran langsung shalat berjama’ah dari Masjidil Haram dengan diimami oleh seorang syaikh, lalu sebagian masyarakat yang sedang menyaksikan siaran tersebut mengikuti shalat sangat imam dengan niat bermakmum.
Melalui sarana tersebut, seseorang mampu mendengarkan bahkan melihat sangat imam meskipun jarak antara keduanya cukuplah jauh. Hal inilah yang menimbulkan keganjalan akan keabsahan dalam berjama’ah, karena jika yang demikian diperbolehkan dan dianggap sah, bisa dimungkinkan akan timbul kemalasan bagi seseorang untuk berjama’ah di masjid dikarenakan mengandalkan video live. Sehingga masjid pun akan sepi atau adanya jama’ah masjid tanpa imam di tempat.
Syarat Sah Sholat Berjama’ah
Sebagaimana Madzhab Syafi’i menerangkan dalam kitab Nihayah Az-Zain terdapat beberapa syarat dalam berjama’ah, diantaranya ialah niat untuk mengikuti imam, tidak mendahului gerakan imam, mengetahui gerakan yang dilakukan imam dan berkumpulnya sang imam dan makmum dalam satu tempat yang sama.
Dalam syarat yang ketiga menjelaskan bahwa makmum harus mengetahui gerakan yang dilakukan oleh imam dari satu rukuk ke rukun yang lain, jika tidak memungkinkan melihat dengan jelas, maka bisa dengan melihat shaf yang paling belakang atau shaf yang ada didepannya atau cukup dengan mendengar suara imam. Madzhab Syafi’i telah menambahkan terkait kadar jarak terpisahnya makmum, ialah tidak lebih dari 300 hasta atau setara dengan 135 meter dengan tidak adanya penghalang antara keduanya.
Begitupula Syaikh Shalih Al-Utsaimin dalam kitabnya Syarh Al–Mumti’ menyebutkan dua syarat sah dalam berjama’ah, yaitu mendengar takbir serta melihat gerakan sang imam dengan tidak terputusnya shaf, dalam artian shaf masih bersambung meski ada penghalang seperti; sungai, bangunan, jalanan atau yang semisalnya. Sehingga apabila jama’ah di dalam masjid telah penuh dan mengharuskan untuk keluar maka shalat tetap sah, selama shaf tersebut masih bersambung. Sebagaimana Malikiyah berpendapat bahwa perbedaaan tempat imam dan makmum tidak mencegah keshohihan berjama’ah, meskipun ada penghalang, akan tetapi selama makmum bisa mengetahui gerakan imam baik itu melihat atau mendengar maka tetap sah.
Dikuatkan pula dengan pendapat Imam Mawardi dalam kitab Al–Hawi Al–Kabir bahwa terdapat tiga syarat dalam berjama’ah, yakni mengetahui shalat imam, jarak antar makmum sekitar 300 hasta (diserupakan dengan jarak dalam shalat khauf) dan tidak ada penghalang antara keduanya. Sehingga shalat seseorang di dalam rumah dengan bermakmum imam masjid tidaklah sah, kecuali jika rumahnya bersambung dengan masjid.
Baca juga: Hukum Bejana yang Terbuat dari Bangkai!
Fatwa Ulama
Lajnah Da’imah no. 2279 telah menetapkan fatwa dalam hal ini, yakni apabila ada seseorang yang berjama’ah di rumah dengan mengikuti speaker dari masjid, sedangkan antara imam dan makmum tidak bersambung sama sekali maka shalatnya tidak sah. Pendapat demikian adalah pendapat Imam Syafi’i dan Imam Ahmad, kecuali jika shafnya bersambung hingga ke rumahnya dan memungkinkan untuk mengikuti imam dengan melihat atau mendengarkan suaranya. Namun, jika syarat tersebut tidak terpenuhi maka shalatnya tidak sah karena wajib bagi seorang muslim untuk shalat berjama’ah di rumah-rumah Allah Ta’ala bersama saudara-saudara muslim lainnya.
Terkait pemaparan di atas, maka dapat disimpulakan bahwa shalat berjama’ah via elektronik atau siaran TV secara live tidak diperbolehkan, karena yang demikian tidak memenuhi syarat shalat berjama’ah meskipun melihat dan mendengar takbir sang imam terpenuhi akan tetapi tempat dilaksanakannya jama’ah tidak bersambung, terlebih jika pelaksanaan shalat tersebut berbeda dalam hal waktu. Namun, menggunakan layar dan siaran radio diperbolehkan untuk memudahkan dalam mengikuti imam dengan syarat masih dalam satu jama’ah dan bersambung. Wallahu ‘alam bishawab
Referensi :
Fikih Islam Wa Adilatuhu, terj. Jilid 2
Syarh Al–Mumti’ Ala Zadil Mustaqni’, Jilid 4
Nihayah Az–Zain
Fatwa Lahjnah Daimah, Jilid 8
Mausu’ah Al–Fikiyah Al–Kuwaitiyah, juz 27
Al–Hawi Al–Kabir, Jilid 2