Ketentuan Sholat bagi wanita haid dan Istihadhoh

0

Sebagai kaum Hawa, tentunya kita tak asing lagi dengan istilah haid dan istihadhoh. Haid merupakan fitrah yang dialami oleh setiap wanita yang telah baligh. Haid adalah darah yang mengalir dari farji (kemaluan) wanita karena tidak mendapatkan pembuahan di dalam rahim. Sedangkan darah istihadhoh adalah darah yag keluar dari farji wanita selain haid dan nifas.

Sholat yang harus ditunaikan segera setelah seorang wanita suci dari haid

Berdasarkan kesimpulan yang diambil dari perkataan Syaikh Abdullah bin Jibrin bahwa, apabila ia suci sebelum masuknya shalat dzuhur, maka ia tidak perlu melaksanakan shalat apapun. Namun, apabila ia suci setelah masuknya shalat dzuhur, maka hendaknya ia melaksanakan shalat dzuhur saja dengan segera.

Apabila seorang ia suci sebelum masuknya shalat maghrib, maka hendaknya ia segera untuk melaksanakan shalat dzuhur dan ashar. Apabila ia suci setelah masuknya shalat maghrib, maka hendaknya ia segera melaksanakan shalat maghrib saja dan apabila ia suci setelah isya’ dan sebelum masuknya waktu shalat fajar, maka hendaknya ia segera melaksankan shalat maghrib dan isya’

Apabila ia suci sebelum subuh, maka hendaknya ia melaksanakan shalat subuh saja. Akan tetapi, apabila ia haid setelah masuknya waktu shalat, maka hendaknya ia mengqodho’ shalat tersebut setelah ia suci. Apabila seorang mu’adzin mengumandangkan adzan sebagai tanda masukya waktu shalat, kemudian setelah adzan ia haid, maka tersisa baginya hutang shalat dan ia harus megqodho’nya ketika suci.

Baca juga artikel Durasi dan Sifat Darah Haid!

Cara Membedakan Darah Haid dan Darah Istihadhoh

Cara membedakan darah haid dan darah istihadhoh adalah dengan mengetahui bagaimana kebiasaan darah yang biasa keluar pada dirinya. Namun, terkadang ada wanita yang siklus darahnya tidak teratur, sehingga susah baginya untuk menentukan apakah darah tersebut termasuk darah haid atau darah istihadhoh.

Oleh karena itu, mengenai wanita mustahadhoh terbagi dalam tiga keadaan; Sebelum mengalami istihadhoh, ia mengetahui secara pasti masa-masa haidnya (ketentuan berapa hari haidnya atau kapan jadwal haidnya) maka ia harus menunggu sampai masa haidnya selesai, kemudian baru ia bisa menghukumi darah tersebut sebagai darah istihadhoh apabila darahya masih mengalir.

Apabila sebelum mengalami istihadhoh, ia tidak mengetahui secara jelas masa-masa haidnya, maka hendaknya ia melakukan tamyiz (membedakan) ciri-ciri antara keduanya. Perbedaan darah haid dan darah istihadhoh dapat disimpulakan dalam beberapa keadaan;

Pertama, Perbedaan warna. Darah haid berwarna hitam, sedangkan darah istihadhoh berwarna merah segar.

Kedua, Kelunakan atau kerasnya. Darah haid sifatnya keras, sedangkan darah istihadhoh sifatnya lunak.

Ketiga, Aromanya. Darah haid beraroma busuk atau tidak sedap, sedangkan darah istihadhoh beraroma seperti darah biasa.

Sedangkan apabila sebelum mengalami istihadhoh, ia memiliki waktu atau masa-masa haid yang tidak pasti. Ia juga tidak dapat membedakan antara darah haid dan darah istihadhoh, serta darahnya hanya memiliki satu sifat saja, maka hendaknya ia mengambil keumuman masa haid para wanita pada umumnya. Sebagaimana hadits dari Hamna binti Jahsy, bahwa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda;

‘’Sesungguhnya itu darah darah rakhdah (godaan) setan. Oleh karena itu, anggaplah masa haidmu adalah selama enam hari atau tujuh hari (Allah yang mengetahui yang sebenarnya). Kemudian mandilah, sehingga apabila engakau telah suci dan engkau yakin bahwa darah berhenti, maka shalatlah 24 hari atau 23 hari…’’ (HR. Abu Daud dan Tirmidzi)

Tata cara shalat bagi wanita mustahadhoh (wanita yang mengalami istihadhoh)

Wanita yang mengalami istihadhoh tidak diwajibkan untuk mandi setiap kali hendak shalat, hanya saja disunnahkan untuk mandi. Wanita mustahadhoh memiliki dua pilihan, yaitu;

Pertama, berwudhu setiap kali ia hendak shalat. Sebagaimana sabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam yang diriwayatkan oleh Adi bin Tsabit, bahwa ‘’Tinggalkanlah shalat di hari-hari kamu mendapatinya, lalu mandilah, berpuasalah, shalatlah, dan hendaknya engkau berwudhu setiap kali hendak shalat”. (HR. Abu Daud dan Tirmidzi)

Kedua, sebagian ulama memberi alternatif lain berupa mandi kemudian menjamak dua shalat yang berdekatan, seperti dzuhur dengan ashar atau maghrib dengan isya’. Sebab Rasulullah shalallhu ‘alaihi wasslam memerintahkan Hamnah binti Jahsy untuk menjamak dua shalatnya dengan satu kali mandi. Wallahu ‘alam bish Shawab

Referensi

  1. Ibnu Abidin, Raddu Al-Mukhtar ‘ala Al-Dur Al-Mukhtrar, Juz 1
  2. Ibnu Qudamah, Al-Mughni ‘ala Mukhtasor Al-Khiraqy, Juz 1
  3. Wahbah Az-Zuhaili, Al-Wajiz fii Fiqhi Al-Islamy, Juz 1
Leave A Reply

Your email address will not be published.