Opu Daeng Risadju
(wanita buronan nomor satu Belanda)
Wanita tidak sepatutnya dipandang sebelah mata. Buktinya, sejak dulu sudah ada wanita-wanita tangguh yang kuat berjuang menyelamatkan bangsa. Sebut saja R.A. Kartini dari Jepara, Malahayati dari Aceh dan Martha Christina Tiahahu dari Maluku. Kali ini kita akan membahas pahlawan wanita yang patut kita banggakan juga, dia adalah Opu Daeng Risadju, pelopor partai Syarikat Islam yang menentang kolonialisme Belanda. Seperti apa perjuangan beliau? Mari kita bahas sama-sama.
Siapakah Opu Daeng Risadju?
Opu Daeng Risadju adalah putri dari pasangan Muhammad Abdullah To Baresseng dan Opu Daeng Mawellu. Beliau lahir di palopo pada tahun 1880. Nama kecil beliau adalah Famajjah. Opu Daeng Risadju merupakan gelar kebangsawanan Kerajaan Luwu yang didapatnya setelah menikahi H. Muhammad Daud. Sebagai keturunan bangsa Luwu, sikap patriotisme tertanam pada dirinya. Beliau mempelajari moral yang berlandaskan adat kebangsaan serta peribadatan dan akidah islam.
Walaupun tidak pernah mendapat pendidikan formal seperti sekolah Belanda, Opu sejak kecil sudah banyak belajar tentang ilmu agama dan budaya. Beliau memang seorang yang “buta huruf” latin, namun ia banyak belajar tentang al-quran, fiqih, nahwu, sharaf dan balaghah.
Langkah awal Patriotisme sang Daeng
Sejak kenal H. Muhammad Yahya, Opu mulai aktif di Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII). Yahya adalah pedagang Sulawesi Selatan yang pernah bermukim lama di Jawa dan mendirikan PSII di Pare-pare. Setelah bergabung, Opu dan suaminya membuka PSII Di Palopo pada 14 Januari 1930.
Peresmian PSII Palopo disertai rapat akbar di Pasar Lama Palopo. Rapat dihadiri pemerintah Kerajaan Luwu, pengurus PSII pusat, pemuka masyarakat, dan masyarakat umum. Hasil rapat meresmikan bahwa Opu Daeng Risadju sebagai ketua, sedangkan saudaranya, Muhedang sebagai sekretaris. Dalam masa kepemimpinannya di PSII, Opu Daeng Risadju berjuang dengan agama sebagai landasannya. Karena perjuangannya, ia mendapat simpati dan dukungan yang besar dari rakyat.
Karena dukungan dari rakyat yang sangat besar, pihak Belanda mulai menahan Opu agar tidak melanjutkan perjuangannya di PSII. Pihak Belanda yang bekerja sama dengan controleur afdeling Masamba menganggap Opu menghasut rakyat dan melakukan tindakan provolatif agar rakyat tidak lagi percaya kepada pemerintahan. Akhirnya, Opu diadili dan dicabut gelar kebangsawanannya. Tidak hanya itu, tekanan juga diberikan kepada suami dan pihak keluarga Opu agar menghentikan kegiatannya di PSII. Setelah berbagai ancaman dari pihak Belanda untuk Opu, ia akhirnya di penjara selama 14 bulan pada tahun 1934.
Opu kembali aktif pada masa Revolusi. Beliau dan pemuda Sulawesi Selatan berjuang melawan NICA (Netherlands Indies Civil Administration) yang ingin menjajah Indonesia. Karena keberaniannya, Opu menjadi buronan dan berhasil ditangkap di Lantoro, tanpa diadili, Opu dipindahkan ke penjara Sengkang dan dibawa ke Bajo.
Bca serial tokoh wanita lainnya: Teungku Fakinah asal Aceh
Wafatnya Opu Daeng Risadju
Saat di Bajo, Opu disiksa oleh kepala Distrik Bajo yang bernama Ladu Kalapita. Beliau dibawa ke lapangan sepak bola dan disuruh lari keliling dengan diiringi letusan senapan. Setelah itu, Opu disuruh berdiri tegap menghadap matahari. Ludo Kalapita mendekatinya dan meletakkan laras senapan di pundak Opu yang saat itu berusia 67 tahun. Ludo Kalapita meletuskan senapannya sehingga Opu jatuh tersungkur mencium tanah diantara kaki Ludo Kalapita.
Akibat penyiksaan itu, Opu tuli seumur hidup dan pada tahun 1949 beliau dipindahkan ke Pare-pare mengikuti anaknya. Pada 10 Februari 1964, Opu Daeng Risadju menghembuskan nafas terakhirnya. Opu Daeng Risadju dimakamkan di lokasi makam raja-raja Lokkoe di Palopo tanpa upacara kehormatan sebagaimana lazimnya seorang pahlawan. Wallahu a’lam bishawab. (Aulia Susanti/an-najma.com)
Referensi: