Larangan Saat Haid dan Nifas #3

0

Adapun larangan bagi wanita haid dan nifas selanjutnya yaitu:

8. Talak/cerai (bagi suami)

Kata talak sudah tidak asing lagi baik di kalangan umat muslim bahkan non muslim, kata talak merupakan kata serapan dari bahasa arab yaitu Thalak yang artinya menggantungkan atau di Indonesia lebih dikenal dengan kata cerai.

Talak terhadap wanita tidak boleh dilakukan saat ia sedang haid, berdasarkan  firman Allah:

يَاأَيُّهَا النَّبِيُّ إِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ فَطَلِّقُوهُنَّ لِعِدَّتِهِنَّ وَأَحْصُوا الْعِدَّةَ …

“Wahai Nabi! Apabila kamu menceraikan istri-istrimu, maka hendaklah kamu menceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) idahnya (yang wajar).” (QS. Ath-Thalaq: 1)

Ayat ini menjelaskan keadaan suami apabila ingin menceraikan istrinya, hendaknya menceraikan pada masa idahnya, yaitu awal masa idahnya (saat ia suci dan tidak digauli pada masa suci tersebut), karena begitulah penafsiran Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam.

Kemudian firman Allah (وأحصوا العدة) “dan hitunglah idah!” mengandung makna jagalah istri-istrimu agar kamu bisa rujuk sebelum idahnya berakhir.

Dalam buku fikih empat madzhab disebutkan bahwa diharamkan bagi para suami untuk menjatuhkan talak kepada istrinya yang sedang dalam masa idah dengan quru’ (idah adalah masa menunggu bagi perempuan yang diceraikan sebelum halal menikah lagi, sedangkan quru’ adalah tiga masa suci atau tiga masa haid). Namun meskipun ucapannya diharamkan, tetapi tetap berlaku jika diucapkan.

Kisah Ibnu Umar menceraikan istrinya saat haid, Nabi menyuruhnya untuk rujuk dan mempertahankan istrinya hingga ia suci. Ilat hukumnya adalah karena wanita mendapat mudarat karena masa idahnya menjadi panjang.

Adapun menceraikan istri pada saat suci bisa juga diharamkan jika ia sempat berhubungan badan dengan istrinya pada masa suci tersebut. karena akan ada kemungkinan ia akan hamil, dan idah wanita hamil adalah hingga ia melahirkan. Lebih lama dari pada wanita yang tidak hamil. Pengharaman ini tidak berlaku apabila wanita yang meminta cerai dengan memberikan imbalan harta (khuluk). Jika istri melakukan khuluk, maka talaknya tidak haram.

9. Menyentuh bagian antara pusar dan lutut (bagi suami)

Ulama Madzhab Syafi’iyah sepakat tentang haramnya bersenggama dengan wanita haid berdasarkan firman Allah:

وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّى يَطْهُرْنَ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ

“Dan mereka menanyakan kepadamu (Muhammada) tentang haid. Katakanlah, “itu adalah sesuatu yang kotor.” Karena itu jauhilah istri pada waktu haid, dan jangan kamu dekati mereka sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, campurilah mereka sesuai dengan (ketentuan) yang diperintahkan Allah kepadamu. Sungguh, Allah menyukai orang yang taubat dan menyukai orang yang menyucikan.”

Hadits-hadits shahih juga menegaskan hukum ini juga banyak. Imam Syafi’i berkata: “Siapa yang menggauli wanita haid, ia telah melakukan dosa besar.”

Diharamkan mencumbu di antara pusar dan lutut. Sebab itu, tidak hanya menggaulinya saja yang diharamkan, bahkan mencumbu istri yang sedang dalam masa haid atau nifas dari pusar pun tidak dihalalkan. Baik itu atas ajakan istri ataupun atas keinginan atau paksaan suami, kecuali jika mencumbunya pada tempat lain. Misalnya bagian-bagian tubuh yang ada di atas pusar atau bagian-bagian  di bawah lutut. Atau jika bagian vitalnya ditutupi dengan kain dan semacamnya, dengan syarat kain yang digunakannya itu dapat mencegah hawa panas tubuh istri tetap terasa oleh suaminya, maka percumbuan itu tetap diharamkan.

Telusuri Lainnya

Diharamkan juga atas suami menyentuh bagian antara pusar dan lutut istrinya saat sedang haid. Hal ini berdasarkan hadits Ibnu Umar yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Baihaqi (riwayat makna) ia berkata: “Aku bertanya kepada Rasulullah apa yang boleh dilakukan laki-laki terhadap istrinya yang sedang haid?” beliau menjawab:

مَا فَوْقَ الْإِزَارِ

“Bagian tubuhnya yang di atas (tidak tertutup oleh) sarung”

Ada pula hadits yang diriwayatkan Aisyah: “Kami (istri-istri Nabi) jika ada yang haid, dan Rasulullah ingin menyentuhnya, maka beliau menyuruhnya untuk memakai sarung, barulah beliau menyentuhnya.” Kemudian Aisyah berkata: “Dan siapakah di antara kalian memiliki kemampuan mengendalikan diri sebagaimana Nabi?”

Namun hal ini masih terdapat perbedaan pendapat yang telah dikemukakan oleh jama’ah, termasuk di antaranya ad-Darimi dan ar-Rafi’i di dalam pembahasan tentang haid. 

Selanjutnya, ulama Syafi’iyah berbeda pendapat, yang haram itu apakah menyentuh secara mutlak, atau menyentuh dengan niat bersenang-senang saja?

  1. Bagi yang menyatakan haramnya menyentuh secara mutlak, ia akan katakan bahwa segala bentuk sentuhan hukumnya haram tanpa memandang ada atau tidaknya syahwat.
  2. Bagi yang menyatakan bahwa yang haram hanya menyentuh dengan niat bersenang-senang, maka yang haram hanya yang didasari syahwat.

Dilihat dari sisi kesehatan larangan menggauli perempuan yang sedang haid itu juga sangat bermanfaat. Karena, para ahli bidang kedokteran menyepakati bahwa mendatangi perempuan haid itu sangat berbahaya untuk alat reproduksi.

Apa yang telah dijelaskan di atas merupakan larangan-larangan haid dan nifas, namun pada hakikatnya tidak hanya terbatas pada apa yang disebutkan dalam tulisan ini, banyak kitab yang membahas lebih detail dan gamblang. Semoga kita Allah senantiasa menjauhkan kita dari larangan-larangan Nya serta menuntun kita untuk selalu menaati perintah-Nya. Wallahu A’lam bish Shawab (afafnieza/ an-Najma.com)

Referensi:

  1. Dr. Abdurrahman bin Abdullah As-Saggaf, Al-Ibanah wa al-Ifadhah
  2. Imam an-Nawawi dkk, Al-Majmu’ Syarh al-Muhadzab
  3. Syaikh Abdurrahman al-Jazairi, Fikih Empat Madzhab
Leave A Reply

Your email address will not be published.