Larangan saat Haid dan Nifas #2

1

Berikut ini kelanjutan dari larangan saat haid dan nifas dari part sebelumnya.

4. Menyentuh dan membawa mushaf

Para fuqaha sepakat bahwa meskipun tidak menyentuhnya hal tersebut haram atau dilarang bagi wanita saat haid dan nifas, berdasarkan firman Allah Ta’ala dalam surah al-Waqi’ah ayat 79 berikut:

لَا يَمَسُّهُ إِلَّا الْمُطَهَّرُونَ

“Tiada yang boleh menyentuhnya kecuali orang-rang yang suci.”

Juga berlandaskan hadis Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَتَبَ إِلَى أَهْلِ الْيَمَنِ كِتَابًا فَكَانَ فِيهِ:  «لَا يَمَسَّ الْقُرْآنَ إِلَّا طَاهِرٌ»

“Bahwasanya Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam menulis surat untuk penduduk Yaman yang berisi: tidak boleh menyentuh al-Qur’an kecuali orang yang suci.” (HR. Daruquthni 1/ 227)

Yang dimaksud mushaf adalah media apapun yang bertuliskan lafadz al-Qur’an untuk dipelajari, walaupun hanya sebagian ayat dapat dipahami (bahwa itu adalah al-Qur’an). Mushaf tidak boleh dipegang oleh orang berhadats walaupun mengenakan kain atau penghalang.

Sedangkan menyentuh kitab tafsir yang mana tafsirnya lebih banyak atau dominan daripada ayatnya boleh disentuh dan dibawa, begitu juga sebaliknya, apabila ayat al-Qur’an lebih dominan daripada tafsirnya, hukum memegang dan membawa kitab tafsir tersebut  sama seperti  memegang dan membawa al-Qur’an.

Sedangkan membawa mushaf, diperbolehkan jika dibawa dengan barang yang lain, dengan niat membawa barang, bukan membawa mushaf. Jika niatnya adalah membawa mushaf hukumnya menjadi haram. Menurut Imam Ar-Ramli hukumnya boleh jika berniat membawa barang dan al-Qur’an, sedangkan menurut Imam Ibnu Hajar al-Haitami hukumnya tetap haram.

5. Membaca al-Qur’an

Menurut jumhur dalam kesepakatannya, haram hukum membaca al-Qur’an bagi wanita haid dan nifas, berdasarkan sabda Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam:

لَا تَقْرَأِ الحَائِضُ، وَلَا الجُنُبُ شَيْئًا مِنَ القُرْآنِ

“Tidak diperkenankan bagi wanita haid dan orang junub membaca al-Qur’an.” (HR. Tirmidzi)

Pendapat ini disetujui oleh kebanyakan ahli ilmu dari sahabat Rasul dan Tabi’in seperti Sufyan Ats-Tsauri, Ibnu Mubarak, Imam Syafi’i, Imam Ahmad dan Ishaq. Mereka mengatakan : “Tidak diperbolehkan membaca al-Qur’an bagi orang yang haid dan junub kecuali ujung ayat (hanya sedikit).”

Ini merupakan rukhsah bagi wanita haid dan junub mengucapkan tasbih dan tahlil, termasuk juga dibolehkan mengucapkan dzikir atau doa yang ada di dalam al-Qur’an tanpa niat tilawah, seperti doa berkendara dalam surat Az-zukhruf ayat 13-14, atau saat musibah dalam surat al-Baqarah ayat 56. Namun apabila diniatkan untuk tilawah atau membaca hukumnya menjadi haram.

Sama seperti halnya untuk menasihati, bercerita, mengingatkan orang lain tanpa niat qira’ah (membaca) ataupun tidak berniat apa-apa hukumnya dibolehkan.

Telusuri lainnya

6. Melewati masjid dan berdiam diri di dalam nya (i’tikaf)

Apabila seorang wanita yang haid atau nifas melewati masjid dan khawatir mengotori masjid dengan darahnya, hukumnya menjadi haram bagi wanita tersebut melewati masjid. Hukum ini juga berlaku pada siapa saja yang yang membawa kotoran yang dikhawatirkan dapat mengotori masjid. Jika bisa dipastikan ia tidak akan mengotori masjid, maka hukumnya menjadi makruh.

Namun fuqaha telah sepakat atas bolehnya lewat tanpa menetap dalam keadaan darurat karena diqiyaskan dengan orang junub berdasarkan firman Allah dalam surah an-Nisa’: 43 berkut:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَقْرَبُوا الصَّلَاةَ وَأَنْتُمْ سُكَارَى حَتَّى تَعْلَمُوا مَا تَقُولُونَ وَلَا جُنُبًا إِلَّا عَابِرِي سَبِيلٍ حَتَّى تَغْتَسِلُوا…

“Wahai orang yang beriman! Janganlah kamu mendekati shalat, ketika kamu dalam keadaan mabuk, sampai kamu sadar apa yang kamu ucapkan, dan jangan pula (kamu menghampiri masjid ketika kamu) dalam keadaan junub kecuali sekedar melewati jalan saja, sebelum kamu mandi…”

Begitu juga dengan berdiam diri di masjid, fuqaha sepakat bahwa haram i’tikaf atau berdiam diri di dalam masjid bagi wanita haid dan nifas termasuk juga bagi orang yang junub. Berdasarkan sabda Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam:

فَإِنِّي لَا أُحِلُّ الْمَسْجِدَ لِحَائِضٍ وَلَا جُنُبٍ

“Sesungguhnya aku tidak menghalalkan masjid (untuk dimasuki) oleh orang yang haid dan junub.” (HR. Abu Dawud)

Ijma’ ulama juga mengatakan bahwa haram bagi wanita haid dan nifas menetap (i’tikaf) di dalam masjid.

7.  Bersuci dengan niat ibadah

Fuqaha sepakat bahwa terputusnya darah haid dan nifas adalah syarat sah thaharah, maka tidak sah mandi dan wudhu sebelum terputusnya darah haid dan nifasnya. Oleh karena itu bersuci dengan niat bersuci merupakan tindakan terlarang, jika seseorang  tahu bahwa perbuatan itu terlarang, tidak sah serta membuahkan dosa, dan tetap melakukannya maka bisa dikatakan ia telah bermain-main dengan ibadah.

Bersuci yang dimaksud disini adalah yang diniatkan untuk mengangkat hadas, baik dengan wudhu atau mandi. Namun untuk thaharah sunah yang dilakukan untuk membersihkan badan bukan untuk mengangkat hadas seperti mandi ihram, mandi, dan mandi sebelum melempar jumrah maka hukumnya tetap sunah bagi wanita haid tanpa ada khilaf. Berdasarkan sabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam kepada Aisyah ketika ia haid:

وَاصْنَعِي مَا يَصْنَعُ الْحَاجُّ غَيْرَ أَنْ لَا تَطُوفِي بِالْبَيْتِ وَلَا تُصَلِّي

“Lakukanlah seluruh kewajiban orang berhaji kecuali thawaf dan shalat.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Nantikan part selanjutnya yang akan menyebutkan larangan-larangan saat haid dan nifas, yang amat penting untuk kita ketahui. Wallahu A’lam bish Shawab (afafnieza/ an-najma.com)

Referensi:

1. Dr. Abdurrahman bin Abdullah As-Saggaf, Al-ibanah wa al-Ifadhah

2. Muhammad basyir , Fiqh ahkam al-Haid wa an-Nifas

3. Imam an-Nawawi dkk, Al-Majmu’ syarh al-Muhadzab

1 Comment
  1. […] Telusuri Lainnya […]

Leave A Reply

Your email address will not be published.