Fuqaha Generasi Tabi’in #8
THE AMAZING TABI’IN, THAWUS BIN KAISAN (BURUNG MERAKNYA PARA ULAMA)
Thawus al-Fuqaha alias Thawus bin Kaisan adalah nama yang masih asing terdengar di telinga, namun sosok teladan sepanjang masa. Thawus adalah Imam para tabi’in Yaman, seorang yang bijak dan kuat imannya di negeri Yaman. Thawus juga dikenal sebagai pembesar Qurra’, penasihat, ahli fikih, dan ahli hadits. Ia telah menimba ilmu dari lima puluh sahabat, karenanya ia menjadi ahli dalam bidang keilmuan yang tak perlu diragukan lagi keilmuannya.
Mengenal Lebih Dekat Sosok Thawus bin Kaisan
Nama Thawus yang disematkan padanya, hanyalah julukan untuknya, karena ia laksana thawus (burung merak) bagi para fuqaha dan pemuka pada masanya. Thawus bernama asli Dzakwan bin Kaisan al-Yamani al-Humairi, budak dari Buhair bin Karisan al-Humairi. Ibunya berasal dari keturunan Persia dan ayahnya dari Qasith. Thawus bin Kaisan lahir pada masa kekhalifahan Utsman bin Affan, tepatnya pada tahun 634 Masehi.
Beliau termasuk Kibar at-Tabi’in (tabi’in senior), yang sangat dikenal dengan wasiat dan nasihatnya. Telah tertanam dalam diri Thawus keteguhan iman, kejujuran kata-kata, kezuhudan terhadap dunia, dan keberanian dalam mengatakan kalimat kebenaran walau harus ditebus dengan harga yang mahal.
Tak diragukan lagi akan kesungguhan Thawus dalam beribadah dan menghambakan diri di hadapan Allah. Seperti yang dikatakan oleh Abdurrahman bin Abi Bakar al-Makki, bahwasanya ia melihat Thawus dan di antara kedua mata beliau tampak bekas sujud. Malam-malamnya selalu dihiasi dengan gerakan-gerakan shalat, baginya seorang muslim pantang tidur di waktu sahur tanpa beribadah kepada Allah.
Tabi’in yang lahir di masa kekhalifahan Utsman bin Affan ini dikenal begitu zuhud dalam hidupnya, di mana ia selalu berdoa, “Ya Allah, cegahlah aku dari banyaknya harta dan anak.” Thawus selalu menghindarkan dirinya dari hal-hal yang berbau dunia, pernah suatu ketika ia tidak bisa tidur semalaman karena ia berjalan melewati pasar ketika hendak ke masjid dan melihat orang-orang yang tenggelam dalam dunia dan kehinaan.
Selain kezuhudannya Thawus juga seorang yang wara’ dalam berfatwa, ia tidak sembarangan menjawab pertanyaan yang diajukan kepadanya. Thawus senantiasa berhati-hati, karena khawatir apa yang ia fatwakan ternyata tidak sesuai dengan apa yang dikehendaki Allah. Ibnu Abi Sufyan berkata, “Saya tidak melihat seorang berilmu yang lebih banyak mengucapkan kalimat ‘Aku tidak tahu masalah tersebut’, kecuali Thawus bin Kaisan.” Thawus adalah teladan yang sangat mengesankan.
Penasihat Yang Lurus
Thawus adalah penasihat yang lurus, telah terpancar keyakinan dalam dirinya akan kewajiban seorang yang mempunyai ilmu untuk menasihati para pemimpin dan rakyatnya. Diketahui pula oleh Khalifah Umar bin Abdul Aziz bahwa nasihat yang diberikan oleh Thawus adalah nasehat lurus lagi mengesankan. Maka Umar bin Abdul Aziz meminta nasihat kepadanya, dikirimlah surat kepada Thawus agar ia memberi nasihat kepada khalifah dalam menjalankan pemerintahan, Umar bin Abdul Aziz menulis, “Berilah aku wasiat wahai Abu Abdurrahman!”. Lalu Thawus menulis sebuah surat balasan kepada Amirul mu’minin yang berisi sebuah kalimat yang sangat singkat, namun makna dan manfaatnya sangatlah besar. Di dalam surat itu ia berkata, “Jika engkau ingin seluruh amalanmu menjadi baik, maka pekerjakanlah orang-orang baik. Wassalam.” Umar bin Abdul Aziz pun membaca surat tersingkat dan terindah baginya, lalu ia mengatakan, “Cukuplah ini menjadi nasihat.”
Kisahnya Dengan Kezhaliman Para Penguasa
Sifat-sifat mulia yang melekat pada dirinya dan penghambaan yang totalitas kepada Rabb-nya menjadikan Thawus berani melawan kezaliman para penguasa, ia tidak segan untuk menolak dan mengembalikan secara langsung hadiah yang diberikan penguasa zalim untuknya agar mengurangi kritikan tajamnya terhadap lingkaran kekuasaan bahkan ia pun tak segan memalingkan wajahnya di hadapan penguasa zalim. Bagi Thawus, kebaikan secara total dapat terwujud bila dimulai dari penguasa.
Suatu ketika, Thawus pernah melaksanakan shalat pada pagi hari di musim dingin, lalu datang penguasa zalim, Muhammad bin Yusuf ats-Tsaqafi dengan para pengawalnya, sedangkan saat itu ia sedang bersujud. Dengan kejamnya Muhammad bin Yusuf ats-Tsaqafi memerintahkan pengawalnya untuk melemparkan tumpukan pupuk dan toga (baju ulama yang besar) kepadanya. Akan tetapi ia tidak mengangkat kepalanya sedikit pun dari sujudnya hingga ia menyelesaikannya. Ketika salam, Thawus baru menyadari bahwa pupuk dan beberapa benda lainnya sedang menimpanya. Kemudian ia bersihkan tanpa mau memandang sang penguasa zalim dan berlalu begitu saja ke rumahnya.
Sungguh keberaniannya dalam melawan kezaliman penguasa benar-benar membuat umat Islam terheran-heran. Dalam kisahnya dengan gubernur Dinasti Bani Umayyah, Hisyam bin Abdul Malik, Thawus bin Kaisan benar-benar menunjukkan ketidak sukaannya terhadap penguasa zalim dan tak adil itu. Ketika ia dipanggil untuk menemui Hisyam bin abdul Malik, Thawus datang dengan perlakuan yang membuat kesal Hisyam, seolah-olah Thawus tidak menghormati Hisyam. Hisyam hendak marah kepadanya, lalu Thawus menasihatinya, “Sesungguhnya aku pernah mendengar Ali bin Abi Thalib berkata, ‘Sesungguhnya di neraka Jahanam itu ada banyak ular yang menyerupai tiang-tiang yang panjang dan keras, serta kalajengking yang menyerupai bagal, ia akan mematuk dan menyengat setiap pemimpin yang tidak berlaku adil dalam kepemimpinannya.” Kemudian dia berdiri dan berlalu pergi.
Kepergian Sang Thawus
Thawus bin Kaisan menghabiskan usianya dengan kemuliaan dan keberkahan, ia membanjiri kaum muslimin dengan ilmu dan nasihatnya, sampai kematian datang menjemputnya. Thawus bin Kasian sang penasihat handal meninggal pada malam kesepuluh bulan Dzulhijjah tahun 106 Hijriyyah, dalam keadaan melaksanakan manasik haji, setelah melaksanakan shalat maghrib di Muzdalifah. Ia meninggal dunia dalam keadaan berihram. Jenazahnya di shalatkan oleh kaum muslimin dengan jumlah yang sangat banyak sekali dan dikisahkan tidak ada jenazah yang di shalatkan seperti jenazahnya. Semoga Allah melimpahkan rahmat kepada sang teladan, Thawus bin Kaisan. Wallahu A’lam bish Showab. (Anisah Dyah Ayu/an-najma.com)
Referensi:
- Syaikh Abdul Mun’im Al-Hasyimi, Kisah Para Tabi’in, (Ummul Qura: Jakarta Timur, 2015)
- Syaikh Ahmad Farid, 60 Biografi Ulama Salaf, (Pustaka Al-Kautsar: Jakarta Timur, 2006)
[…] Baca Juga […]