Ushul Pertama, Mengenal Allah Ta’ala
“Apabila kamu ditanya, apakah tiga ushul (pondasi) yang harus diketahui oleh manusia? Maka jawablah, hendaklah seorang hamba mengenal Rabb-nya, agamanya, dan nabinya Muhammad Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam.”
Mengenal Allah Ta’ala, merupakan modal pertama yang harus diketahui oleh seorang yang mengaku dirinya muslim. sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Ibnu al-Jauzi Rahimahullah berkenaan dengan mengenal Allah, “sesungguhnya ma’rifatullah yang benar adalah dengan mengenal dzat-Nya, mengenal nama dan sifat-sifat-Nya, serta mengenal perbuatan-perbuatan-Nya.”
Ada beberapa sebab yang menjadikan seseorang mengenal Allah antara lain;
- Mentadaburi segala ciptaan Allah Ta’ala, dengan hal ini seseorang bisa mengenal Allah, mengenal keagungan dan kekuasaan-Nya, kesempurnaan dan kekuatan-Nya, serta rahmat-Nya.
Allah Ta’ala berfirman:
اَوَلَمْ يَنْظُرُوْا فِيْ مَلَكُوْتِ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ وَمَا خَلَقَ اللّٰهُ مِنْ شَيْءٍ
“Apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan segala apa yang Allah ciptakan” (QS. Al-A’raf: 185)
- Memperhatikan ayat-ayat syar’iyyah, yaitu wahyu yang dibawa oleh para Rasul ‘Alahimus Shalatu wa Sallam. Dengan hal ini seseorang dapat mengenal Allah beserta kemaslahatan-kemaslahatan yang terkandung di dalamnya. Yang mana mengenal Allah melalu kalam-Nya yang mulia adalah sarana vital bagi sempurnanya kehidupan manusia di dunia dan di akhirat. Jika ia telah memperhatikan dan memikirkan ayat-ayat tersebut beserta ilmu dan juga hikmah yang terkandung di dalamnya maka ia akan mengenal Rabbnya. Sebagaimana firman Allah,
اَفَلَا يَتَدَبَّرُوْنَ الْقُرْاٰنَ ۗ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللّٰهِ لَوَجَدُوْا فِيْهِ اخْتِلَافًا كَثِيْرًا
“Tidakkah mereka menadaburi al-Qur’an? Seandainya (al-Qur’an) itu tidak datang dari sisi Allah, tentulah mereka menemukan banyak pertentangan di dalamnya.” (QS. An-Nisa: 82)
- Selalu merasa diawasi oleh Allah Ta’ala dalam setiap perbuatan,
dengan hal ini seorang hamba dapat mencapai derajat ihsan, sekan-akan ia melihat Allah dalam setiap keadaan. Hal ini selaras dengan jawaban Rasulullah ketika ditanya oleh Jibril, apakah ihsan itu? Beliau menjawab: “Hendaklah kamu beribadah kepada Allah seakan-akan kamu melihat-Nya. Jika kamu tidak bisa melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.”
Urgensi Mengenal Allah
Tujuan penciptaan jin dan manusia adalah untuk beribadah kepada Allah Ta’ala semata. Seorang hamba tidak akan dapat merealisasikan tujuan tersebut, jika dia tidak mengenal Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman,
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Tidaklah aku ciptakan jin dan manusia, kecuali untuk beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzaariyaat: 56)
Syaikh as-Sa’dy Rahimahullah mengatakan, “Hal itu erat kaitannya dengan ma’rifatullah. Karena sesungguhnya kesempurnaan ibadah dipengaruhi oleh ma’rifatullah. Bahkan, setiap kali bertambah pengenalan seorang hamba kepada Allah, maka akan semakin sempurna ibadahnya. (Sumber: https://muslim.or.id/18822-urgensi-mengenal-allah.html)
Yang Pertama ditanyakan di Alam Kubur
Mengenal Allah adalah ushul atau pondasi pertama di antara tiga ushul yang harus diketahui oleh setiap muslim. Sebab, tiga hal tersebut merupakan prinsip yang agung. Bahkan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab, penulis matan ushul tsalasah mengemukakan masalah ini dalam bentuk pertanyaan agar manusia memperhatikannya dengan sungguh-sungguh. Sebab, ini merupakan prinsip yang agung, ketiganya merupakan pokok-pokok pertanyaan yang akan diajukan kepada manusia saat ia berada di dalam kuburnya.
Setelah manusia meninggal dunia, ia akan ditinggalkan oleh keluarganya, ditinggalkan oleh para sahabat-sahabatnya. Ia hanya sendiri dan amal shalihnya-lah yang akan menemani dan memberikan cahaya kepadanya. Ia akan di datangi oleh malaikat, kedua malaikat itu pun akan bertanya, “siapakah Rabbmu? Apa agamamu? Siapa Nabimu?
Pertanyaan pertama yang akan ditanya oleh malaikat adalah “Siapakah Rabbmu?” siapa Tuhanmu, jika orang itu beriman ia bisa menjawabnya dengan baik, “ Rabbku adalah Allah”, namun jika ia seorang yang bimbang dan munafik ia akan menjawab, “ hah, hah, aku tidak tahu, aku mendengar orang-orang mengatakan sesuatu, maka aku ikut mengatakannya.” Nas’alullah ‘afiyah.
Hal ini selaras dengan sabda Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam, dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu berkata, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
إِذَا قُبِرَ الْمَيِّتُ أَوْ قَالَ أَحَدُكُمْ أَتَاهُ مَلَكَانِ أَسْوَدَانِ أَزْرَقَانِ يُقَالُ لأَحَدِهِمَا الْمُنْكَرُ وَالآخَرُ النَّكِيرُ ، فَيَقُولَانِ : مَا كُنْتَ تَقُولُ فِي هَذَا الرَّجُلِ ؟ فَيَقُولُ مَا كَانَ يَقُولُ : هُوَ عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ ، أَشْهَدُ أَنْ لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ . فَيَقُولانِ : قَدْ كُنَّا نَعْلَمُ أَنَّكَ تَقُولُ هَذَا ، ثُمَّ يُفْسَحُ لَهُ فِي قَبْرِهِ سَبْعُونَ ذِرَاعًا فِي سَبْعِينَ ، ثُمَّ يُنَوَّرُ لَهُ فِيهِ ، ثُمَّ يُقَالُ لَهُ : نَمْ ، فَيَقُولُ : أَرْجِعُ إِلَى أَهْلِي فَأُخْبِرُهُمْ ، فَيَقُولَانِ : نَمْ كَنَوْمَةِ الْعَرُوسِ الَّذِي لا يُوقِظُهُ إِلا أَحَبُّ أَهْلِهِ إِلَيْهِ حَتَّى يَبْعَثَهُ اللَّهُ مِنْ مَضْجَعِهِ ذَلِكَ.
وَإِنْ كَانَ مُنَافِقًا قَالَ : سَمِعْتُ النَّاسَ يَقُولُونَ فَقُلْتُ مِثْلَهُ لا أَدْرِي . فَيَقُولَانِ : قَدْ كُنَّا نَعْلَمُ أَنَّكَ تَقُولُ ذَلِكَ ، فَيُقَالُ لِلأَرْضِ : الْتَئِمِي عَلَيْهِ ، فَتَلْتَئِمُ عَلَيْهِ ، فَتَخْتَلِفُ فِيهَا أَضْلاعُهُ ، فَلا يَزَالُ فِيهَا مُعَذَّبًا حَتَّى يَبْعَثَهُ اللَّهُ مِنْ مَضْجَعِهِ ذَلِكَ
“Apabila mayat atau salah seorang dari kalian sudah dikuburkan, ia akan didatangi dua malaikat hitam dan biru, salah satunya Munkar dan yang lain Nakir, keduanya berkata, “Apa pendapatmu tentang orang ini (Nabi Muhammad)?” Maka ia menjawab sebagaimana ketika di dunia, “Abdullah dan Rasul-Nya, aku bersaksi bahwa tiada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Keduanya berkata, “Kami telah mengetahui bahwa kamu dahulu telah mengatakan itu.” Kemudian kuburannya diperluas 70 x 70 hasta, dan diberi penerangan, dan dikatakan, “Tidurlah.” Dia menjawab, “Aku mau pulang ke rumah untuk memberitahu keluargaku.” Keduanya berkata, “Tidurlah, sebagaimana tidurnya pengantin baru, tidak ada yang dapat membangunkannya kecuali orang yang paling dicintainya, sampai Allah membangkitkannya dari tempat tidurnya tersebut.”
Apabila yang meninggal adalah orang munafik, ia menjawab, “Aku mendengar orang mengatakan aku pun mengikutinya dan saya tidak tahu.” Keduanya berkata, “Kami berdua sudah mengetahui bahwa kamu dahulu mengatakan itu.” Dikatakan kepada bumi, “Himpitlah dia, maka di himpitlah jenazah tersebut sampai tulang rusuknya berserakan, dan ia akan selalu merasakan azab sampai Allah bangkitkan dari tempat tidurnya tersebut.” (HR. Tirmidzi, no. 1071. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan). Sumber haditshttps://rumaysho.com/23189-tsalatsatul-ushul-mengenal-tiga-landasan-utama-mengenal-allah-islam-nabi-muhammad.html)
Menjaga tiga perkara ushul ini merupakan salah satu upaya mempertahankan keistiqamahan kita di dunia. Adapun tolak ukur bisa dikatakan sukses itu ketika mampu menjawab tiga pertanyaan dari malaikat tadi. Karena, kesuksesan dalam menjawabnya, akan menentukan keberlangsungan nasib manusia berikutnya, akankah ia masuk ke surga atau malah masuk ke jurang nestapa yaitu neraka. Semoga Allah senantiasa memberikan keistiqamahan dalam diri kita untuk mengenal Allah lebih dekat, lebih lekat. Serta memasukkan kita ke dalam golongan orang-orang yang mampu menjawab dengan benar pertanyaan di alam kubur kelak. Wallahu A’lam bish Shawab (Azaria Rizki Salwa/ an-najma.com)