Feminisme #1

1

Pada Rabu 8 Maret 2006, ratusan perempuan memperingati Hari Perempuan sedunia dengan berunjuk rasa di Bundaran Hotel Indonesia dan melakukan long march ke Istana Presiden dan gedung DPR-RI. Mereka menolak Rancangan Undang-undang Anti pornografi dan pornoaksi yang saat itu tengah digondok DPR. Menurut para demonstran, banyak perempuan akan kehilangan pekerjaan jika RUU tersebut diloloskan DPR karena RUU tersebut akan memberlakukan jam malam bagi perempuan. Mereka menilai RUU tersebut sangat bertentangan dengan UUD 1945 yang menjamin penegakan hak asasi manusia (HAM) dan demokrasi. RUU ini juga dinilai mendiskriminasikan perempuan.

Sepuluh hari sebelumnya, Umdah El-Baroroh, seorang aktivis Lembaga Pemberdayaan Perempuan dan Anak Pinggiran (PPAP) Sejora, menulis di Surat Kabar Kompas bahwa RUU ini sangat bias gender, sangat patriarkis dan masih memosisikan perempuan sebagai obyek seksual sehingga tidak mampu menyentuh akar persoalan yang sebenarnya. Selama ini yang menjadi korban pornografi adalah perempuan. Mereka terjebak pada sistem kapitalisme globab. (Kompas 26 Februari 2006).

Meski akhirnya disahkan menjadi undang-undang dalam Sidang Paripurna DPR pada 30 Oktober 2008, RUU Anti pornografi dan Pornoaksi sempat menjadi tema perbincangan panas. Para feminis umumnya menolak RUU ini. Menurut mereka, RUU ini sangat menyudutkan perempuan. RUU dipandang menganggap bahwa kerusakan moral bangsa terjadi karena kaum perempuan tidak bertingkah laku sopan dan tidak menutup rapat-rapat seluruh tubuhnya dari pandangan laki-laki. Pemahaman ini menempatkan perempuan sebagai pihak yang bersalah. Perempuan juga dianggap bertanggung jawab terhadap kejahatan seksual.

Pandang kaum feminis terhadap laki-laki memang selalu dipenuhi kecurigaan dan kebencian. Penolakan terhadap RUU Anti pornografi dan Pornoaksi bukanlah kasus pertama dan terakhir yang mencerminkan emosi mereka kepada laki-laki. Pada 18 September 2011, anggota Perkumpulan Pembela Hak Perempuan mengadakan aksi di Bundaran HI guna mengecam himbauan Gubernur DKI, Fauzi Bowo, agar kaum perempuan muda tidak menyulut kekerasan dengan memakai rok mini di depan umum. Himbauan ini muncul sebagai keprihatinannya atas pemerkosaan yang menimpa seorang karyawati di atas angkot di Jakarta. Dalam aksi tersebut, puluhan perempuan mengenakan rok mini dan membawa poster bertuliskan “Jangan salahkan baju kami. Hukum si pemerkosa, My rok is my right, Don’t tell us how to dress. Tell them not to rape,” dan sebagainya.  

Meskipun perempuan tampil menggoda, bagi kaum feminis, laki-lakilah yang salah mengapa ia tergoda. Terserah perempuan mau berpenampilan seperti apa. Sebab, ini adalah hak perempuan untuk mengekspresikan kebebasannya. Laki-laki tidak berhak mengatur-atur perempuan.

Telusuri lainnya

Definisi Feminisme

Kamla Bashin dan Nighat Said, dua orang feminis dari Asia Selatan, mengatakan, “Tidak mudah untuk merumuskan definisi feminisme yang dapat diterima oleh atau diterapkan kepada semua feminis di semua tempat dan waktu. Karena definisi feminisme berubah-ubah sesuai dengan perbedaan realitas sosio-kultural yang melatarbelakangi kelahirannya serta perbedaan tingkat kesadaran, persepsi, serta tindakan yang dilakukan para feminis itu sendiri.” (Persoalan Pokok Mengenai Feminisme dan Relevansianya,hlm.4)

Jadi, wajar jika terdapat banyak definisi feminisme. Istilah feminisme sendiri berasal dari bahasa Latin femina, perempuan. Konon dari kata fides dan minus menjadi fe-minus, artinya kurang iman. Perempuan di Barat, dalam sejarahnya, memang diperlakukan seperti manusia kurang iman. Wajah dunia Barat pun dianggap terlalu macho. Tapi lawan kata feminis, yakni masculine, tidak lantas berarti penuh iman. Masculine atau masculinity sering diartikan sebagai strenght of sexsuality. Oleh karena itu dalam agama Barat, wanita Barat menjadi korban inkuisisi dan di masyarakat menjadi korban perkosaan laki-laki. Tidak pelak lagi, agama dan laki-laki menjadi musuh wanita Barat.

Dalam Webster’s New World Dictionary of The American Language disebutkan dua definisi feminisme. Pertama, feminisme adalah the theory that women should have political, economic, and social right equal to those of men (teori bahwa kaum wanita harus memiliki hak-hak politik, ekonomi, sosial yang setara sebagaimana yang dimiliki oleh kaum laki-laki). Kedua, feminisme adalah movement to win such right for women (gerakan untuk memenangkan hak-hak bagi kaum wanita). (1960:534)

Sarah Gamble mendefinisikan feminisme sebagai sebuah kepercayaan bahwa perempuan -hanya karena mereka perempuan- diperlakukan tidak adil dalam masyarakat yang dibentuk untuk memprioritaskan cara pandang dan kepentingan laki-laki.(Pengantar Memahami Feminisme dan Postfeminisme, hlm. ix)

Sementara itu, Kamla Bashin dan Nighat Said mendefinisikan feminisme sebagai, “suatu kesadaran akan penindasan terhadap perempuan dalam masyarakat, di tempat kerja, dan dalam keluarga, serta tindakan sadar oleh perempuan maupun laki-laki untuk mengubah keadaan tersebut.” (Persoalan Pokok…, hlm.5)

Dari beragam definisi di atas , bisa disimpulkan bahwa feminisme mengandung kecurigaan dan kebencian kepada laki-laki yang dipandang selalu menindas dan mengekang hak wanita. Oleh karena itu, wanita harus bangkit melawan laki-laki. Pikiran seperti ini tentu akan merusak hubungan laki-laki dan wanita. Wallahu A’lam bish Shawab. (Ust. M. Isa Anshori/an-najma.com)

1 Comment
  1. […] Baca Juga […]

Leave A Reply

Your email address will not be published.