MUSLIMAH PEMBANGUN PERADABAN ISLAM
Pada abad 7 M, Muhammad Shalallahu ‘Alaihi wasallam diutus sebagai nabi dan rasul dengan membawa risalah Islam. Dunia saat itu sedang mengalami masa kejahiliyahan. Manusia tidak mengenal Tuhan yang sebenarnya. Kehidupan mereka sering dihiasi dengan penindasan terhadap sesama. Dalam kehidupan saat itu, status Muslimah terpinggirkan dan terhinakan.
Setelah Islam datang, Islam mengubah keadaan tadi. Islam mengajak manusia menyembah Tuhan yang sebenarnya, Allah Yang Maha Esa. Islam mengangkat derajat kaum Muslimah. Islam memberikan penghormatan kepada wanita yang tidak diberikan oleh agama-agama selainnya. Dalam perjalanan sejarah, wanita Muslimah bahkan turut dalam peradaban Islam dengan melibatkan diri mereka dalam aktivitas penyebaran ilmu. Jadi, bukan hanya laki-laki saja yang terlibat aktif dalam membangun tradisi keilmuan Islam, tetapi kaum Muslimah juga mempunyai peran penting yang tidak bisa dilupakan begitu saja.
Muslimah Generasi Shahabiyyah
Sejak masa Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam, kaum muslimah telah berpartisipasi dalam menyebarkan ilmu. Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam kitabnya Al-Ishabah fi Tamyiz Ash-Shahabah menulis biografi 1543 shahabiyyah. Di antara mereka ada ahli fiqh, ahli hadits, dan ahli sastra. Beberapa shabiyyah tercatat menjadi guru para sahabat maupun tabi’in, seperti Aisyah, Ummu Salamah, Maimunah, Ummu Habibah, Hafshah, Asma’ binti Yazid As-Sakan dan sebagainya. Aisyah adalah seorang ahli fiqh, sampai Ibnu Hajar Al-Asqalani mengatakan, “Seperempat hukum syar’i diambil darinya.” (Fath Al-Bari, [7/132])
Hisyam bin ‘Urwah mengatakan, “Tidak pernah saya melihat seorang pun yang lebih mengetahui masalah fikih, syair, dan pengobatan selain Aisyah.”(Usud Al-Ghobah, [3/383]) Di antara sahabat yang menjadi muridnya adalah Abu Bakar, Umar bin Khaththab, Abdullah bin Umar, Abu Musa Al-Asy’ari, Abdullah bin Abbas, dan sebagainya. Sementara itu, Di antara tabi’in yang menjadi muridnya adalah Masruq bin Ajda’, Sa’id bin Al- Musayyib, Mujahid, Shafiyyah binti Abu Ubaid, dan sebagainya. (Amal Qardasy binti Al-Husain, Peran Muslimah dalam Periwayatan Hadits,hlm.61-63).
Generasi Pasca-Shahabiyyah
Salah satu Muslimah dari kalangan tabi’in yang terkenal keilmuan dan kewara’annya adalah Fathimah binti Al-Husain bin Ali, beliau terkenal dalam melakukan kodifikasi terhadap Sirah Nabawiyah, Ibnu Ishaq dan Ibnu Hisyam banyak bersandar pada riwayat darinya. Dari kalangan tabi’ut tabi’in, di antaranya adalah Nafisah binti Al-Hasan bin Zaid bin Al-Hasan bin Ali. Ia rajin menghadiri majelis Imam Malik bin Anas di Madinah serta terkenal keilmuan dan keshalihannya. Setelah pindah ke Mesir, ia membuka majelis ilmu yang dihadiri oleh para ulama yang terkenal pada zamannya. Di antara mereka, Imam Syafi’i yang sering mengunjunginya dan saling bertukar ilmu dengannya dalam masalah fikih dan ushuluddin. Muslimah lainnya yang memiliki kontribusi dalam membangun tradisi keilmuan Islam adalah Zainab binti ‘Abbas Al-Baghdadiyah. Muslimah yang ahli dalam fikih dan luas ilmunya ini sering menghadiri majelis-majelis Ibnu Taimiyyah.
Lalu, Syahdah binti Al-Abari Al-Katib yang terkenal menguasai ilmu hadits. Banyak ulama belajar kepadanya. Di antaranya adalah Ibnu Jauzi dan Ibnu Qudamah Al-Maqdisi. Lalu, Ummu Habibah Al-Ashbahaniyah yang menjadi salah satu guru Al-Hafidz Al-Munzhiri. Dari Ummu Habibah, Al-Munzhiri mendapatkan ijazah. Lalu, Fathimah binti ‘Ala’uddin As-Samarqandi, istri dari Syaikh ‘Ala Al-Kisa’i. Ia adalah seorang yang ahli dalam bidang fikih.
Sementara itu, di wilayah Islam bagian barat, Fathimah Al-Fihriyyah Ummul Banin membangun Universitas Al-Qurawiyyin di Fez pada abad 3 H. Universitas ini menjadi universitas Islam pertama di Dunia Islam, bahkan seluruh dunia. Fathimah Al-Fihriyyah adalah seorang alim yang dihormati banyak orang.
Ahli hadits Muslimah yang terkenal di Andalusia adalah Ummul Hasan binti Sulaiman. Dia meriwayatkan hadits dari Baqi bin Mukhlid, baik dengan mendengarkan hadits darinya maupun membacakan hadits kepadanya. Ketika menunaikan haji, ia bertemu dengan ulama Hijaz serta mendengarkan hadits dan fikih dari mereka. Dia kembali lagi ke Andalusia, kemudian menunaikan haji untuk kedua kalinya. Di Mekkah ia meninggal. Di antara ahli hadits dan fikih dari kalangan Muslimah di wilayah Islam bagian barat adalah Asma’ binti Asad bin Al-Furat. Dia belajar kepada ayahnya yang menjadi teman Imam Abu Hanifah dan Imam Malik bin Anas. Asma’ terkenal sebagai perawi hadits dan ulama fikih madzhab Abu Hanifah.
Selain nama-nama di atas, masih banyak Muslimah lainnya yang terlibat dalam membangun tradisi keilmuan Islam. Dari paparan singkat ini, kita bisa menyimpulkan bahwa laki-laki muslim dan Muslimah sepanjang sejarah selalu bekerja sama dalam membangun keilmuan dan peradaban Islam. Tidak ada pertentangan Di antara mereka dalam masala-masalah prinsip dan tidak ada diskriminasi laki-laki terhadap Muslimah. Wallahu ‘Alam bish Shawab. (Ust. M. Isa Anshori/ an-najma.com)
[…] Telusuri lainnya […]