Millah Hanifiyyah
Apakah yang dimaksud dengan millah hanifiyyah? Berikut ini penjelasannya.
Prinsip dalam agama Islam adalah mentauhidkan Allah serta mengikuti millah Nabi Ibrahim yang hanif (lurus). Sebagaimana yang telah dikatakan oleh syaikh Muhammad bin Abdul Wahab;
“ketahuilah semoga Allah membimbingmu untuk taat kepada-Nya, bahwa hanifiyyah millah Ibrahim adalah hendaknya kamu beribadah kepada Alah dengan mengikhlaskan ketaatan hanya untuk-Nya. Itulah yang diperintahkan Allah kepada seluruh manusia dan untuk itulah mereka diciptakan. Sebagaimana firman Allah,
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Tidaklah aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku” (QS. Adz-Dzariyat: 56)
Adapun makna (يَعْبُدُوْنِ) menyembah-Ku adalah (يُوَحِّدُوْنِ) mentauhidkan-Ku.”
Allah telah memberikan wahyu-Nya kepada sang khalilullah, kekasih Allah, Nabi Ibrahim ‘Alaihis Salam. Beliau adalah bapak para nabi. Berulang-ulang risalah yang dibawa Nabi Ibrahim disebutkan dalam al-Qur’an agar dijadikan sebagai teladan yang diikuti.
Al-hanifiyyah adalah sebuah millah atau agama yang meninggalkan kesyirikan dan dibangun di atas landasan keikhlasan kepada Allah Ta’ala. Millah al-hanifiyyah diturunkan Allah untuk Nabi Ibrahim ‘Alaihis Salam. Ajaran al-hanifiyyah atau yang kita kenal untuk saat ini adalah Islam adalah ajaran seluruh anbiya’. Ajaran yang menyerukan kepada umat-umatnya untuk beribadah kepada Allah semata, dan tidak menyekutukannya. Allah Ta’ala berfirman,
وَمَاۤ أُمِرُوۤا إِلَّا لِیَعبُدُوا ٱللَّهَ مُخلِصِینَ لَهُ ٱلدِّینَ حُنَفَاۤءَ وَیُقِیمُوا ٱلصَّلَوٰةَ وَیُؤتُوا ٱلزَّكَوٰةَۚ وَذَ لِكَ دِینُ ٱلقَیِّمَةِ
“Dan tidaklah mereka diperintahkan melainkan supaya beribadah kepada Allah dengan memurnikan agama untuk-Nya dengan hanif, dan supaya mereka mendirikan shalat serta menunaikan zakat. Dan itulah agama yang lurus.” ( QS. Al-Bayyinah: 5)
Syaikh ‘Utsaimin Rahimahullah menjelaskan, bahwa dari ayat ini kita bisa memetik pelajaran bahwasanya hakikat tauhid itu adalah keikhlasan kepada Allah tanpa ada sedikit pun kecondongan kepada syirik. Oleh sebab itu, barang siapa yang tidak ikhlas kepada Allah bukanlah orang yang bertauhid. Begitu pula barang siapa yang ibadahnya, dia tujukan kepada selain Allah, maka dia juga bukan orang yang bertauhid.
Nabi Muhammad Pewaris Millah Ibrahim
Sebagaimana yang telah Allah sebutkan dalam firman-Nya,
ثُمَّ اَوْحَيْنَا اِلَيْكَ اَنِ اتَّبِعْ مِلَّةَ اِبْرٰهِيْمَ حَنِيْفًا ۗوَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ
Yang artinya, “Kemudian, Kami wahyukan kepadamu (Nabi Muhammad), “Ikutilah agama Ibrahim sebagai (sosok) yang hanif dan tidak termasuk orang-orang musyrik.” (QS. An-Nahl: 123)
Dalam tafsir Ibnu Katsir disebutkan bahwa ayat di atas menunjukkan adanya keterkaitan antara millah yang dibawa Nabi Ibrahim dan millah yang dibawa Nabi Muhammad. Keduanya sama-sama mengajarkan untuk beribadah kepada Allah semata, dengan dilandaskan keikhlasan.
Imam Ibnu Katsir melanjutkan tafsirnya, sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif. Dan sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang yang menyekutukan Allah, dan ia termasuk yang mensyukuri nikmat-nikmat Allah. Allah telah memilihnya dan memberikannya jalan yang lurus. Dan Kami berikan kepadanya kebaikan di dunia. Dan sesungguhnya dia di akhirat benar-benar termasuk orang-orang yang shalih. Kemudian Allah wahyukan kepada Nabi Muhammad, “Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif, dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.”
Menyelami Makna Ibadah, Ajaran Millah Hanifiyyah
Telah disebutkan oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab, bahwasanya ajaran millah hanifiyyah (Islam) adalah perintah untuk beribadah kepada Allah Ta’ala dan tidak menyekutukan-Nya. Allah Ta’ala berfirman,
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Tidaklah aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku” (QS. Adz-Dzariyat: 56)
Makna ibadah secara umum adalah, “Ketundukan kepada Allah yang dilandasi oleh cinta dan penghormatan, dengan melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya sesuai dengan ketentuan syariat-Nya.”
Adapun pengertian ibadah secara khusus seperti yang telah dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullahu Ta’ala yaitu;
“Ibadah adalah sebuah nama yang maknanya meliputi seluruh ucapan dan tindakan yang dicintai Allah, baik yang bersifat lahir maupun yang bersifat batin. Contohnya khauf, khossyah, tawakal, shalat, zakat, puasa, dan syariat Islam yang lain.”
Dalam hal ini, ibadah ada dua macam:
- Ibadah kauniyah, yaitu tunduk kepada perintah Allah yang berkaitan dengan kejadian dan penciptaan. Ketundukan semacam ini meliputi seluruh manusia. Tidak ada satu orang pun yang keluar dari ketundukan ini. Sebagaimana firman Allah yang artinya, “Tidak seorang pun di langit dan di bumi, kecuali akan datang kepada Allah Yang Maha Pengasih, sebagai seorang hamba.” (QS. Maryam: 93)
Ayat ini meliputi orang mukmin maupun orang kafir, meliputi orang yang berbakti maupun orang yang berbuat dosa.
- Ibadah syar’iyah, yaitu kepatuhan kepada Allah yang berkaitan dengan syariat. Ibadah ini hanya dilakukan oleh orang-orang yang menaati Allah dan mengikuti syariat yang dibawa oleh para rasul-Nya. Sebagaimana firman Allah yang artinya,
“Dan hamba-hamba Allah Yang Maha Rahman adalah orang-orang yang berjalan di atas muka bumi dengan rendah hati” (QS. Al-Furqon: 63)
Manusia tidak dipuji karena melaksanakan penghambaan kauniyah karena itu tidak berkaitan dengan perbuatannya. Hanya saja, kadang-kadang ia dipuji karena bentuk syukurnya ketika dalam keadaan senang dan kesabarannya ketika dalam keadaan diuji.
Baca juga: Loyalitas Atas Perintah Allah
Lantas Apa Makna Ikhlas Itu?
Ikhlas adalah seseorang melakukan ibadah dengan tujuan memperoleh ridha Allah dan mencapai ‘negeri kemuliaan-Nya’, di mana dia tidak beribadah kepada selain Allah. Sebagaimana firman Allah:
“Kemudian kami mewahyukan kepadamu (Muhammad), ‘ikutilah millah Ibrahim yang hanif’. Dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan (Allah).” (QS. An-Nahl: 123)
Allah Ta’ala juga berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 130-132 yang artinya, “Siapa yang membenci agama Ibrahim selain orang yang memperbodoh dirinya sendiri? Kami benar-benar telah memilihnya (Ibrahim) di dunia ini dan sesungguhnya di akhirat dia termasuk orang-orang shalih. (Ingatlah) ketika Tuhan berfirman kepadanya (Ibrahim), “Berserah dirilah!” Dia menjawab, “Aku berserah diri kepada Tuhan seluruh alam.” Ibrahim mewasiatkan (ucapan) itu kepada anak-anaknya dan demikian pula Ya‘qub, “Wahai anak-anakku, sesungguhnya Allah telah memilih agama ini untukmu. Janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim.”
Mewujudkan ikhlas bukanlah perkara yang mudah. Para ulama telah menegaskan betapa sulit dan beratnya menata ikhlas di dalam hati, kecuali bagi orang-orang yang dimudahkan oleh Allah. Upaya mewujudkan ikhlas bisa tercapai dengan kita selalu mengikuti Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam dan jejak Salafush Shalih dalam beramal dan mendekatkan diri kepada Allah.
Sebagai seorang Muslim kita hendaknya selalu mengerjakan segala perintah Allah dan menjauhi segala yang dilarang-Nya dengan ikhlas yang menyertai dalam hati menuju ridha, ampunan, dan surga-Nya.
Semoga kita termasuk dari hamba Muslim yang taat, yang senantiasa melaksanakan perintah Allah dengan penuh ketundukan dan keikhlasan. Wallahu A’lam bish Shawab (Azaria/ an-najma.com)
Referensi: Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin, Syarh Ushul ats-Tsalatsah
[…] Telusuri lainnya […]