SHAFIYYAH BINTI HUYAY
(Tawanan Yang Mulia Dalam Islam)
Mungkin nama Shafiyyah binti Huyay masih asing terdengar. Seorang tawanan yang mulia dalam Islam sebab pernikahannya dengan Rasulullah. Ayahnya adalah seorang pemimpin kaum Yahudi terkemuka, Huyay bin Akhtab dari Bani Nadhir. Dia juga masih satu keturunan dengan Nabi Harun bin Imran. Shafiyyah sendiri pernah menikah dengan lelaki Yahudi sebelum ia masuk Islam tapi tidak berlangsung lama.
Menjadi Tawanan yang Mulia dalam Islam
Awal pertemuan Shafiyyah dengan Rasulullah adalah ketika terjadi peperangan antara kaum Yahudi dan umat Islam. Di mana pada pertempuran tersebut kemenangan berhasil diambil oleh umat Islam. Otomatis musuh yang kalah itu menjadi tawanan, termasuk di dalamnya Shafiyyah binti Huyay setelah ditinggal mati oleh ayah, suami, dan keluarganya. Saat pertempuran sudah selesai, Bilal membawa Shafiyyah kepada Rasulullah melewati hamparan mayat yang masih berlumuran darah basah.
Tiba di hadapan Rasulullah, beliau memberi pilihan kepada Shafiyyah. Apakah dia mau dinikahi oleh Rasulullah atau dia pergi dan masih dengan agamanya, atau dia ingin kembali ke keluarganya dan merdeka. Dari tawaran yang telah diberikan Rasulullah kepadanya, ia memilih tawaran yang pertama. Karena dahulu dia sudah mendengar kabar tentang kenabian Muhammad dan ingin segera memeluk Islam, namun kedua orang tuanya sendiri kala itu masih mengingkari hal tersebut.
Pernikahan pun berlangsung, dalam sebuah kemah yang tidak jauh dari Madinah. Segala hal yang bersangkutan telah diurus oleh masing-masing orang. Termasuk untuk berjaga-jaga manakala Shafiyyah melakukan aksi balas dendam karena keluarganya yang terbunuh dalam medan perang. Namun apa yang ditakutkan itu tidaklah terjadi. Shafiyyah tulus menikah dengan Rasulullah karena keimanan yang serius dalam dirinya. Setelah menikah keduanya pergi ke Madinah untuk tinggal di sana bersama para istri lainnya.
Ternyata salah satu tanda akan berlangsungnya pernikahan Shafiyyah dan Rasulullah adalah pada waktu itu Shafiyyah pernah bermimpi bulan jatuh ke pangkuannya yang menjadikan seluruh isi rumah terang. Karena penasaran dengan maksud mimpinya tersebut, Shafiyyah berniat menanyakannya kepada suaminya. Dia pun mendapat jawaban beserta pukulan yang keras pada pipinya hingga memar. Ternyata maksud dari mimpi itu adalah suatu saat ia akan menikah dengan Rasulullah.
Ayah, Paman, dan Suaminya adalah Nabi
Kehadiran Shafiyyah sebagai istri Rasulullah yang notabene adalah keturunan Yahudi sempat menjadi alasan para sahabat tidak menyukainya. Shafiyyah merasa sedih dengan hal itu dan mengadu kepada Rasulullah. Lalu Rasulullah mengatakan, “mengapa tidak kau katakan saja aku lebih baik darimu, ayahku adalah Harun, pamanku Musa, dan suamiku Muhammad.”
Shafiyyah masihlah wanita asing bagi para istri-istri Rasulullah. Karena latar belakangnya yang berasal dari keturunan Yahudi sering kali dijadikan bahan untuk meledeknya. Bukan hanya itu, para istri Rasulullah juga merasa cemburu dengan paras Shafiyyah yang begitu cantik jelita. Namun karena kesabarannya ia mampu melewati semuanya dengan stigma Yahudi yang masih sangat melekat pada dirinya.
Shafiyyah juga beberapa kali difitnah masih mengagung-agungkan agamanya yang dulu. Rasa khawatir dia akan berkhianat pun masih terus terngiang. Takut dia malah menjadikan pernikahan ini sebagai sarana balas dendam. Namun nyatanya Shafiyyah benar-benar tulus menemani Rasulullah. Memang tak mudah menjadi Shafiyyah, padahal semua itu adalah masa lalu tapi sering kali diungkit bahkan menjadi bahan ejekan terhadapnya. Kalau bukan karena kesabaran dan ketaatannya, mungkin saja Shafiyyah bisa melakukan kejahatan.
Sebagai seorang suami, Rasulullah sangat memperhatikan kondisi Shafiyyah dan senantiasa mendengar curhatan mengenai hal-hal yang tidak enak yang ia dapatkan. Dan Rasulullah pun sangat menghargai setiap ucapan Shafiyyah sehingga menjadikannya kuat dan setia dalam pergerakan dakwah Rasulullah. Ia juga merupakan wanita yang cerdas dan sebagai kekuatan bagi agama Islam tersendiri. Banyak hal mengenai strategi Yahudi yang didapat darinya. Ia sangat menghormati Rasulullah dan mencintai nabi Allah tersebut.
Di antara kemuliaan Shafiyyah ialah seorang wanita yang bersih, bertakwa, dan matanya yang selalu basah karena menangis. Ia merupakan wanita yang rajin sedekah, zuhud, dan sangat unggul dalam ibadah. Ia begitu jujur hingga Rasulullah wafat, setelah itu ia menjadi semakin taat dan gigih beribadah.
Hikmah yang bisa diambil dari uraian di atas ialah untuk menjadi baik butuh pembelajaran yang sungguh-sungguh. Wanita yang sabar terbentuk dari ujian-ujian yang luar biasa hebat. Ketakwaan akan membawa seseorang kepada kebajikan. Tak ada kata terlambat dalam menjalankan ketaatan. Teruslah gali ilmu pengetahuan kemudian seimbangkan dengan amal akhirat. Seorang Muslimah bukanlah yang berleha-leha dalam kesenangan dunia semata. Menjadi hamba yang maksimal butuh pengerjaan yang maksimal pula. Teruslah meng-upgrade diri menjadi lebih baik dari sebelumnya. Kesenangan hanya milik akhirat, dunia adalah tempatnya lelah. Mari tingkatkan terus kualitas diri kita sebagai hamba yang taat pada Rabb-nya. (Fadhilah Al-Ulya/an-najma.com)
[…] Baca juga […]
[…] Telusuri lainnya […]