Hukum Wanita Menjadi Penyiar Radio

0

Bagaimanakah hukum wanita menjadi penyiar radio? Pertanyaan yang mungkin terlintas dalam benak seseorang. Hal ini dikarenakan melihat realita yang nyatanya banyak dari kaum wanita yang bekerja sebagai penyiar radio.

Stasiun radio merupakan alat komunikasi tertua yang digunakan oleh manusia di dunia ini. Ditemukan pertama kali tahun 1906 M. Di Indonesia Radio Republik Indonesia (RRI) bermula sejak pendiriannya secara resmi pada tanggal 11 September 1945, oleh para tokoh yang sebelumnya aktif mengoperasikan beberapa stasiun radio jepang di 6 kota.

Munculnya stasiun radio komunitas baik yang islami seperti radio kajian dan informasi Islam di solo, biasanya di sebut RDS (radio dakwah syariah) maupun yang bersifat hiburan seperti dangdut, wayang dan lainnya. Terkadang para penyiar radionya adalah wanita Muslimah. Hal ini memunculkan pertanyaan, apakah boleh bagi wanita Muslimah bekerja sebagai penyiar di stasiun radio.

Baca juga

Muslimah Menjadi Penyiar Radio

Untuk menjawab pertanyaan di atas, tentunya banyak hal yang harus dikaji dan dijelaskan, untuk itu kami akan meringkasnya dengan kalimat-kalimat yang mudah dipahami.

  1. Radio Komunitas Khusus Wanita

Bila ditemukan sebuah radio komersial khusus untuk komunitas para wanita (muslimah maupun bukan muslimah) yang ditranmisikan dengan pemancar tertentu, maka diperbolehkan bagi seorang muslimah bekerja sebagai penyiar. Dan ini tidak ada perbedaan di kalangan para ulama, dengan syarat radio komunitas wanita tersebut tidak melanggar aturan-aturan syariat Islam. Seperti tidak terjadinya ikhtilat (campur baur dengan lawan jenis), tidak menyiarkan perkataan-perkataan yang mengandung dusta, fitnah, syahwat dan kekejian.

  • Radio Komersial Umum Untuk Laki-Laki dan Wanita

Untuk mengetahui boleh tidaknya wanita muslimah menjadi penyiar radio ini tergantung dengan status suara si wanita tersebut. Apakah ia mengundang madhorot ataukah tidak, sebab suara si penyiar adalah inti yang paling penting.

Dalam hal ini telah terjadi perbedaan pendapat ulama yang telah disebutkan sebagai berikut:

“Para ulama berbeda pendapat dalam masalah suara wanita, sebagian mereka mengatakan bahwa suara wanita bukan aurat, karena para istri Rasulullah meriwayatkan hadits kepada para laki-laki. Sebagian mereka mengatakan bahwa suara wanita adalah aurat, dilarang meninggikan dan melemah lembutkan suara dalam pembicaraan ketika hal itu didengar oleh laki-laki asing. Suara wanita lebih mendekati zina daripada suara gelang kakinya, dan Allah Ta’ala telah berfirman, ‘(dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan).’ Allah telah melarang mendengarkan suara gelang kaki wanita, karena itu merupakan perhiasannya, maka haramnya meninggikan suara wanita lebih layak dibanding suara gelang kakinya,” (Syaikh Abdurrahman al Jazairi, Al-Fiqh ‘Ala al-Madzahib al-‘Arba’ah, 5/ 26)

  1. Hujjah yang Mengatakan Suara Wanita Bukan Aurat

Allah Ta’ala berfirman:

“Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya dan mengadukan (halnya) kepada Allah. Dan Allah mendengar dialog antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar Lagi Maha Melihat.” (QS. Al-Mujadalah [58]: 1)

Ayat di atas menceritakan kisah seorang wanita yang bernama Khaulah binti Tsa’labah telah mengadu kepada Rasulullah tentang zihar yang dilakukan suaminya yaitu Aus bin ash-Shaamith. Tentunya terjadi perbincangan wanita tersebut dengan Rasulullah, dan Allah mendengar dialog antara kamu berdua yakni antara wanita tersebut dengan Rasulullah.

Fakta di atas menunjukkan bahwa suara wanita bukanlah aurat. Sebab, jika aurat tentu Rasulullah menjadi orang pertama yang tidak mau bicara dengan wanita yang bukan mahramnya. Begitu pula dengan istri beliau yang berbicara dengan laki-laki dan mengajarkan hadits kepada mereka terlebih ibunda Aisyah.

  • Hujjah yang Mengatakan Suara Wanita adalah Aurat

Pihak yang berpendapat bahwa suara wanita adalah aurat, memiliki beberapa alasan yakni:

Allah Ta’ala berfirman, “dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan.” (QS. An-Nur [34]: 31)

Telah disebutkan sebelumnya, bahwa gelang kaki wanita saja dilarang untuk digetarkan sehingga terdengar suaranya, maka suara wanita lebih layak dilarang karena lebih merdu dibanding suara gelang. Ini merupakan metode qiyas aula.

Alasan dengan menggunakan ayat ini lemah. sebab ayat ini menujukkan keinginan si wanita untuk diketahui perhiasannya dihadapan laki-laki, maka ia membunyikan suara gelang kakinya.

Berbeda dengan suara mulut, yang memang kebutuhan asasi manusia untuk berbicara, serta tidak ada kaitannya agar diketahui kemerduannya. Jika ada wanita bersuara dengan tujuan seperti itu, maka hal ini dilarang. Bukan pada suara wanita tersebut melainkan tujuannya untuk menggoda dan melemahkan kaum laki-laki.

Adapun alasan yang lainnya adalah ketika shalat berjama’ah, lalu imam melakukan kesalahan, maka kaum laki-laki membenarkan imam dengan bacaan tasbih. Sedangkan kaum wanita dengan bertepuk tangan. Jika bukan aurat, tentunya mereka pun sama dengan laki-laki, yakni mengucapkan subhanallah.

  • Tarjihat (Pendapat yang Lebih Kuat)

Setelah diketahui bahwa pandangan yang lebih kuat adalah suara wanita bukan aurat. Maka pada dasarnya tidak mengapa bagi wanita berbicara pada waktu dan momen apapun, yang dibutuhkan mereka untuk berbicara, termasuk menjadi penyiar radio.

Namun ada batasan-batasan yang mesti diketahui dan diperhatikan betul bagi kaum wanita, di antaranya:

  1. Hendaknya menutup aurat dengan sempurna dan tidak bertabarruj
  2. Tidak berduaan di dalam studio dengan laki-laki non mahram, harus dibuatkan ruang khusus wanita
  3. Materi dan tema pembicaraan adalah sesuatu yang bermanfaat
  4. Hendaknya bersuara dengan wajar dan berwibawa, tidak bersuara dengan suara yang membuat lahirnya penyakit hati kaum laki-laki. Seperti dimerdukan, dilengkingkan, apalagi mendayu-dayu dan mendesah
  5. Hendaknya dilakukan pada waktu-waktu yang pantas akan keberadaan wanita di luar rumah
  6. Jika masih ada kaum laki-laki yang memiliki kemampuan, maka menggunakan laki-laki sebagai penyiar radio adalah yang paling utama untuk menutup seluruh pintu dan potensi fitnah. Wallahu  A’lam bish Shawab (Ustadz Tengku Azhar/ an-najma.com)
Leave A Reply

Your email address will not be published.