Zainab Al-Ghazali
(Pejuang dan Pelopor Gerakan Muslimah Era Modern)
Jika berbicara mengenai pejuang Islam seperti Imam Hasan al-Bana, Sayyid Quthub, dan Abdullah Azzam, serasa belum lengkap jika tidak dibahas pula pejuang dan pelopor gerakan Islam versi muslimah, mujahidah era modern yang patut membuat cemburu para bidadari surga, beliaulah Zainab al-Ghazali.
Lahir di wilayah Al-Bihira, Mesir tahun 1917. Tak heran jika beliau memiliki sifat pejuang dan pemberani, karena ayah beliau adalah keturunan Khalifah Umar bin Khathtab, sedangkan ibu beliau keturunan dari Hasan bin Ali bin Abi Thalib.
Di usianya yang ke-18, Zainab al-Ghazali mendirikan “Jamaat as-Sayyidaat al-Muslimaat/ Persatuan Wanita Islam”. Tak lama setelah itu, beliau langsung melakukan sejumlah aksi dan mendapatkan dukungan dari Menteri wakaf untuk mendirikan 15 masjid.
Perhimpunan yang didirikannya pun mampu melahirkan dai-dai wanita yang hebat. Zainab meyakini bahwa Islam membenarkan wanita untuk aktif dalam hal sosial, politik dan juga berpendapat. Selama tidak melalaikan tugas utamanya sebagai seorang ibu dan istri.
Zainab al-Ghazali adalah wanita yang luar biasa, tokoh wanita asal Mesir ini begitu gigih memperjuangkan hak wanita di saat periode yang begitu sulit, yaitu pemerintahan yang otoriter serta junta militer yang diktator dan kejam.
Dalam suasana seperti ini, Zainab al-Ghazali melakukan perlawanan bersama para mujahid untuk menghadapi kezaliman penguasa Mesir. Yaitu dengan turut menyokong Revolusi 1952 untuk menggulingkan Raja Faraouk, tapi akhirnya Ikhwanul Muslimin malah dikhianati oleh Jamal Abdul Nasir. Mereka memperalat Ikhwanul Muslimin untuk menyokong revolusi namun pada akhirnya rezim Jamal Abdul Nasir membubarkan Ikhwanul Muslimin pada 13 Januari 1954. Beberapa tokoh Ikhwanul Muslimin ditangkap (termasuk Sayyid Quthub) dihukum mati dan dipenjara atas tuduhan rancangan menggulingkan kerajaan revolusi.
Karena Ikhwanul Muslimin dibubarkan, Zainab al-Ghazali terpaksa bergerak secara rahasia. Beliau berusaha membantu meringankan beban para istri, janda dan keluarga pejuang yang telah dibunuh dan dipenjarakan.
Tahun 1962, Zainab al-Ghazali mengirim surat kepada Sayyid Quthub melalui dua orang adiknya dan menerima tulisan beliau berkenaan dengan perjuangan Islam, tafsir Al-Quran, hadits serta syariah Islam. Beliau juga menerima sebagian dari buku karya Sayyid Quthub dengan judul Ma’alim Fith-Thariq (Petunjuk Sepanjang Jalan). Semua petunjuk ini digunakan untuk meneruskan gerakan dakwah.
Agustus 1965, rumah Zainab digeledah oleh beberapa tentara tanpa ijin. Mereka menyeret Zainab keluar rumah. Presiden Jamal Abdul Nasir memberi intruksi agar Zainab disiksa. Berikut adalah cerita Zainab, “Aku dimasukkan kedalam ruangan yang gelap gulita. Betapa kagetnya ketika aku melihat ruangan itu dipenuhi oleh anjing, aku tak tahu berapa jumlahnya. Karena ketakutan yang mencekam, akupun memejamkan mata dan meletakkan kedua tangan didadaku. Lalu aku mendengar suara pintu dikunci dengan rantai dan gembok besar. Kemudian anjing-anjing itu mulai menyerang dan menggigit sekujur tubuhku.
Saat aku mencoba membuka mata, maka dengan segera kupejamkan kembali karena ketakutan yang sangat. Lalu kuletakkan kedua tanganku didadaku sambil menyebut asma-asma Allah dan berdo’a “Ya Allah… sibukkanlah aku dengan (mengingat)-Mu, hingga aku melupakan apapun selain-Mu. Sibukkanlah aku dengan (mengingat)-Mu, wahai Rabbku. Wahai Dzat Yang Maha Esa, wahai Dzat yang menjadi tempat bergantung. Berilah aku ketenangan yang sempurna dari-Mu. Liputilah aku dengan pakaian kecintaan-Mu. Berikanlah kepadaku rizki mati syahid dijalan-Mu. Karuniakanlah kepadaku kecintaan yang tulus, keridhaan pada (ketentuan)-Mu dan teguhkanlah diriku, sebagaimana keteguhan yang dimiliki oleh para ahli tauhid.” Doa tersebut kuucapkan terus menerus.
Tiba-tiba pintu ruangan dibuka, akupun dikeluarkan. Aku membayangkan pakaian putih yang kukenakan telah berlumuran darah. Tetapi betapa terkejutnya aku karena bajuku bersih seolah-olah tidak terkena suatu apapun. Maha Suci Engkau ya Allah. Sesungguhnya Engkau selalu bersamaku dan mengawasiku. Para penjaga penjara heran ketika mengetahui anjing-anjing itu tidak mencabik-cabik tubuhku.”
Pengalamannya itu beliau tuangkan dalam tulisan yang berjudul “Hari-hari dari Hidupku” (Ayyam min Hayati). Beliau menguraikan peristiwa yang dialami bersama teman-teman pejuang lainnya. Temannya, Hamidah Quthub dihukum 10 tahun penjara. Sedangkan wanita lain dihukum dengan berbagai macam hukuman.
Pada tahun 1971, setelah Jamal Abdul Nasir meninggal dunia dan pemerintahan diambil alih oleh Anwar Sadat, Zainab al-Ghazali akhirnya dibebaskan.
Setelah keluar, Zainab al-Ghazali meneruskan perjuangan mendaulatkan Islam dibumi Mesir. Hingga beliau meninggal dunia pada hari Rabu 3 Agustus 2005 di kala umur beliau 88 tahun.
Zainab al-Ghazali telah mengajarkan banyak hal, dari kekuatan aqidahnya, perjuangan kewanitaannya hingga goresan-goresan penanya. Bahkan saat bebas dari tahanan beliau mampu melahirkan karya yang berjudul Ayyamun min Hayati. Semoga dari kisah perjuangan mujahidah ini dapat membuat kita semakin mencintai perjuangan di jalan-Nya. Aamiin…Wallahu A’lam bis Shawab (majalah an-najma/ adnaw-js)
[…] Baca juga […]