Serial Qolbun Salim #4
Zuhud Terhadap Dunia
Zuhud terhadap dunia merupakan sifat mulia yang harus dimiliki oleh setiap Muslim. Zuhud termasuk salah satu sifat yang dimiliki oleh Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam. Dengan adanya sifat zuhud di dalam diri manusia, maka ia akan menyadari bahwa sejatinya kehidupan di dunia hanyalah sementara, sehingga ia akan menjalaninya dengan memperbanyak amal ibadah. Nah, pada kesempatan kali ini kita akan membahas sifat mulia tersebut. Semoga kita dapat memahami dan mampu merealisasikannya dalam kehidupan.
Pengertian Zuhud
Zuhud berasal dari kata زَهَدَ-يَزْهَدُ-زُهْداًartinya meninggalkan, tidak menyukai, atau وَزَهُدَ فِي الدُنْيَا yaitu menjauhkan diri dari kesenangan duniawi untuk beribadah.
Sedangkan menurut syar’i, zuhud adalah hilangnya kecintaan terhadap sesuatu di dunia di dalam hatinya, kecuali kecintaan terhadap akhirat.
Sedangkan menurut KBBI, zuhud yaitu perihal meninggalkan keduniawian. Zuhud dapat juga diartikan berpalingnya keinginan terhadap sesuatu yang lebih baik darinya.
Anjuran Zuhud Terhadap Dunia
Perintah syariat agar bersikap zuhud terhadap dunia tidak lain hanyalah untuk kebaikan manusia di akhirat. Sebab tidak ada kenikmatan yang abadi di dunia, karena apa yang kita dapat di dunia hanyalah kenikmatan sementara. Semua keindahan dan kenyamanan yang didapatkan manusia di dunia hanyalah bagian yang sangat kecil yang tidak sebanding dengan keindahan dan kenyaman yang didapatkan di akhirat nantinya.
Ibnu Qayyim berkata bahwa apabila Allah menghendaki suatu kebaikan bagi hamba, niscaya Allah membuka mata hatinya hingga mampu mengetahui hakikat dari dunia dan akhirat. Maka ia akan lebih memilih yang lebih utama dari keduanya yaitu akhirat. Sebagaimana Allah berfirman dalam surah An-Nisa ayat 77 yaitu:
(…قُلْ مَتَاعُ الدُّنْيَا قَلِيْلٌۚ وَالْاٰخِرَةُ خَيْرٌ لِّمَنِ اتَّقٰىۗ وَلَا تُظْلَمُوْنَ فَتِيْلًا)
“… Katakanlah: ‘Kesenangan di dunia ini hanyalah sedikit dan akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa (mendapatkan turut berperang) dan kamu tidak akan dizhalimi sedikit pun.’” (QS. An-Nisa’ 4:77)
Ayat di atas menunjukan bahwa harta di dunia hanyalah sedikit, tidak ada artinya sama sekali. Jika seseorang dikuasi nafsu dunia, dia akan dikuasi musuh dan menjadi hancur. Namun, jika bersedia mengikuti perintah Allah dengan tidak cinta dunia, berperang di jalan Allah, dan kemudian wafat, maka kemuliaan surga yang menjadi balasannya.
Sebagaimana di dalam hadits dikisahkan Sahl bin Sa’d As- Sa’idiy berkata, “Seseorang mendatangi nabi dan bertanya ‘Wahai Rasulullah tunjukan kepadaku suatu amalan, jika aku mengerjakannya aku akan dicintai oleh Allah dan dicintai pula oleh sekalian manusia’!
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasalam menjawab,
اِزْهَدْ فِي الدُّنْيَا يُحِبُّكَ الَّلهُ وَ ازْهَدْ فِيْمَا عِنْدَ النَّاسِ يُحِبُّكَ النَّاسُ
“Zuhudlah terhadap dunia niscaya kamu dicintai oleh Allah. Zuhudlah terhadap apa yang dimiliki manusia niscaya kamu akan dicintai oleh mereka.”
Maksud hadits di atas adalah memberitahukan bahwasannya Allah mencintai orang-orang yang zuhud terhadap dunia. Mereka berkata, “Jika kecintaan kepada Allah adalah tingkatan keimanan yang paling mulia, maka zuhud terhadap dunia adalah keadaan keimanan yang paling mulia.”
Baca juga: Doa Secara Bersama-Sama, Bid’ahkah?
Tingkatan zuhud
Pertama, Seorang yang zuhud terhadap dunia tetapi sebenarnya ia menginginkannya. Hatinya condong kepadanya, dan jiwanya berpaling kepadanya. Namun, ia berusaha dan meminta kepada Allah untuk mencegahnya.
Kedua , Seseorang meninggalkan dunia dalam rangka taat kepada Allah, karena ia melihatnya sebagai sesuatu yang hina dina. Jika dibandingkan dengan apa yang hendak digapainnya.
Ketiga, seorang yang zuhud terhadap dunia dalam rangka taat kepada Allah dan dia berzuhud dalam kezuhudannya. Artinya, ia melihat dirinya tidak meninggalkan sesuatu apapun. Keadaanya seperti orang yang membuang sampah, lalu orang tersebut mengambil mutiara. Perumpamaan lainnya, seperti seseorang yang ingin memasuki istana raja, tetapi ia dihadang oleh seekor anjing di depan pintung gerbang. Lalu ia melemparkan sepotong roti untuk mengelabui anjing tadi. Dan ia pun masuk menemui sang raja.
Sedangkan tiga tingkatan zuhud menurut Imam Ahmad bin Hanbal yaitu:
- Meninggalkan hal-hal yang diharamkan, yaitu meninggalkan segala larangan Allah dan Rasul-Nya yang di dalamnya mengandung keharaman. Ini termasuk zuhud bagi orang-orang awam.
- Tidak berlebihan dalam melakukan hal-hal yang dihalalkan, yaitu dengan ala kadarnya dengan perkara yang mubah (diperbolehkan) oleh syariat islam tidak berlebih-lebihan terhadap urusan dunia. Ini merupakan zuhud bagi orang-orang tertentu.
- Meninggalkan segala sesuatu yang dapat memalingkan dari mengingat Allah, yaitu seorang hamba yang taat kepada Allah dengan menjauhkan diri dari apa yang Allah larang dan mendekatkan diri dengan apa yang Allah perintahkan. Ini merupakan zuhud hamba yang sangat mengenal Allah.
Sungguh sangat mulia orang yang menghiasi dirinya dengan kezuhudan. Suatu karunia yang tidak mudah untuk mendapatkannya. Semoga Allah menganugerahkan kepada kita sifat mulia tersebut. Aamiin Wallahu A’lam bish Shawab (@Rumaisha07/ an-najma.com)
Referensi:
- Hamkah, Tafsir Al-Azhar, Cetakan IV, Gema Insani, Depok, 2020.
- Ibnu Qoyyim Al-Jauzi, Madaariju Al-Salikin, Daar Al-Kutub Al-‘Ilmiyah, Bairut, 2004.
- A.W. Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia, Cetakan XVI,Pustaka Progressif, Surabaya, 1997.
- Ibnu Rajab Al-Hambali, dkk, Tazkiatun Nafs, Cetakan XL, Pustaka Arafah, Solo, 2020.
- Ummu Ihsan dan Abu Ihsan Al-Atsari, Aktualisasi Akhlak Muslim ( 13 Cara Mencapai Akhlak Mulia), Cetakan II, Pustaka Imam Syafi’i, 2014.
[…] Baca juga […]