Loyalitas Atas Perintah Allah
Loyalitas atas perintah Allah adalah pembahasan ketiga dari perkataan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab Rahimahullah, “Bahwa barangsiapa yang menaati Rasul dan mentauhidkan Allah, tidak boleh memberikan loyalitas kepada siapapun yang memusuhi Allah dan rasulnya sekalipun mereka keluarga terdekat.”
Masalah al-wala’ (kecintaan) dan al-bara’ (berlepas diri/ kebencian) merupakan masalah yang penting dan paling ditekankan dalam Islam. Ber-wala’ atau mencintai orang yang memusuhi Allah dan Rasul-Nya adalah tindakan yang menunjukkan lemahnya iman yang terdapat dalam hati seorang hamba. Sebagaimana firman Allah Ta’ala dalam surah Al-Mumtahanah ayat 1 yang artinya “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menjadikan musuh-Ku dan musuhmu sebagai teman-teman setia sehingga kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad) karena rasa kasih sayang.” Maka apabila wali Allah adalah orang yang selalu menyetujui dan mengikuti Allah dalam setiap hal yang dia cintai, senangi, benci, murkai, perintahkan dan larang, maka orang yang memusuhi wali-Nya itu berarti memusuhi Allah.
Syeikh Muhammad Said Al-Qahthani Rahimahullah menjelaskan dalam kitabnya al-wala’ wa al- bara’ bahwa al-wala’ (loyalitas) kerena Allah adalah cinta karena Allah dan menolong agama-Nya serta mencintai para wali-Nya dan menolong mereka. Sedangkan al-bara’ adalah membenci musuh-musuh Allah dan memerangi mereka. Oleh sebab itu, Allah menamakan kelompok pertama sebagai auliyaa’ Allah (wali-wali Allah)dan kelompok kedua dengan auliyaa’ syaithan (wali-wali setan). Sebagaimana firman Allah. “Allah pelindung orang-orang yang beriman. Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya iman, dan orang-orang kafir, pelindung-pelindungnya adalah setan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan (kekafiran), mereka adalah penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al-Baqarah [2]: 257).
Barometer al-Wala’ dan al-Bara’
Syeikh Al-Qahthani kembali menjelaskan, “karena barometer al-wala’ wa al-bara’ (loyalitas dan permusuhan) adalah cinta dan benci, maka di antara pokok-pokok iman adalah anda mencintai para Nabi-Nya beserta seluruh pengikutnya karena Allah dan benci musuh-musuh-Nya dan musuh-musuh Rasul-Nya karena Allah.” Diriwayatkan dari Ibnu Abbas Rahimahullah, ia berkata, “Barangsiapa mencintai karena Allah, membenci karena Allah, saling melindungi karena Allah. Maka sesungguhnya perlindungan (walayah) Allah itu hanya bisa diraih dengan semua itu. Seorang hamba tidak akan pernah mendapatkan lezatnya iman meskipun shalat dan puasanya sangat banyak sampai ia menjadi seperti itu. Pada umumnya, persaudaraan antar manusia sekarang ini terjalin karena urusan duniawi. Dan persaudaraan seperti ini tidak akan mendatangkan manfaat sedikit pun bagi pelakunya.”
Apabila sang hibr umat atau sang tinta umat saja menyebutkan bahwa persaudaraan antar manusia pada zamannya telah terjalin karena urusan duniawi, dan persaudaraan yang semacam itu tidak akan bermanfaat sama sekali, maka sudah sepatutnya seorang yang mengaku mukmin untuk senantiasa menyadari dan memahami tentang siapa yang seharusnya dicintai dan siapa yang seharusnya dimusuhi. Dan setelah itu, seyogyanya ia menimbang dirinya dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah, karena dengan begitu ia bisa melihat jelas apakah ia berdiri dalam barisan orang-orang kafir dan partainya atau ia berdiri bersama orang-orang beriman dan partai Allah yang beruntung. Maka selain yang berdiri di barisan orang-orang beriman maka ia akan merugi di dunia maupun di akhirat. Nas’alullahal ‘afiyah
Jika persaudaraan dan kecintaan terjalin karena urusan duniawi, maka hal seperti itu akan cepat musnah seiring hilangnya dunia fana yang menjadi tujuannya. Dan ketika itu umat sudah tak lagi memiliki daya kekuatan dan pertahanan yang kokoh untuk menghadapi musuh-musuhnya karena kecintaannya dengan dunia.
Dan sekarang kita sudah memasuki zaman, yang mana urusan dunia selalu di kedepankan dan akhirat di nomor duakan bahkan di nomor yang kesekian. Kecintaan manusia terhadap dunia meningkat drastis. Semua orang seperti berlomba-lomba untuk menduduki peringkat pertama orang terkaya di dunia dengan mengorbankan jiwa bahkan agamanya. Mereka mendekati orang-orang kafir, dan malah memenjarakan sesama muslim. Kecintaan antar manusia hanya berbasis duniawi, matrealistis.
Sebagaimana perkataan Ibnu Abbas sahabat nan agung bahwa hal ini tidak akan bermanfaat sama sekali bagi pelakunya. Umat Islam tidak akan bisa berdiri sendiri kecuali dengan kembali kepada Allah dan bersatu berdasarkan cinta dan benci karena Allah. Ber-loyalitaslah karena Allah, loyalitaslah atas perintah Allah, dan bara’ atau musuhilah siapa saja yang Allah perintahkan untuk dimusuhi. Jika sudah demikian maka orang-orang mukmin akan berbahagia dengan turunnya pertolongan dari Allah.
Namun pertanyaannya, di manakah kita sebagai umat Islam sekarang? Apakah kita sudah berloyalitas dan memusuhi musuh sesuai dengan perintah Allah? Akankah Allah mengirimkan pertolongannya jika kita sebagai umat yang mengaku muslim saja tidak bisa mendatangkan bukti bahwa kita sudah berloyalitas karena Allah?
Oleh karena itu, setiap muslim wajib untuk senantiasa mempelajari agama Allah agar memiliki ilmu yang bisa menjadi bekal dan senjata untuk perang melawan “setan-setan” tanpa rasa takut dan gentar. Ingatlah firman Allah, “tipu daya setan itu lemah” QS. An-Nisa: 76 , maka janganlah lemah, mari sama-sama kokohkan kembali pondasi iman kita. Loyalitaslah atas perintah Allah, cintailah yang Allah cintai dan musuhilah yang Allah dan Rasul-Nya musuhi.
Namun ingatlah bahwa permusuhan atau kebencian ini tidak menghalanginya untuk menasehati dan mendakwahi orang tersebut kepada kebenaran. Semoga Allah menjaga kita dari tipu daya syaithan dan gemerlapnya dunia. Aamiin, Wallahu A’lam (Azaria/an-Najma.com)
Referensi:
Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, Syarah Tsalatsah al-Ushul
Muhammad Said al-Qahthani, al-Wala’ wa al-Bara’
[…] Baca juga […]