Zakat  Kepada Penuntut Ilmu, Bolehkah ?

0

Zakat merupakan rukun islam ke tiga. Setiap Muslim berkewajiban untuk menunaikannya, baik zakat mal, fitrah, maupun perdagangan. Dan tujuan diwajibkannya adalah untuk membersihkan harta, membantu serta sebagai wujud kasih sayang kepada saudara yang kekurangan dari segi hartanya.

Di dalam Al-Qur’an dan Hadits terdapat banyak perintah untuk menunaikan zakat. Allah Ta’ala telah menetapkan dalam Al-Qur’an delapan golongan orang yang berhak mendapatkan. Namun, di zaman modern banyak kita temukan bahwa pemberiannya tidak hanya diberikan kepada delapan golongan tersebut, tetapi zakat juga dialokasikan kepada para penuntut ilmu yang berada di pesantren. Karena mereka tidak bekerja untuk memenuhi kebutuhanya di pesantren dan kesibukan mereka di dalam menuntut ilmu. Lalu, bagaimana syari’at memandang permasalahan ini?

Hukum Memberikan Zakat Bagi Para Penuntut Ilmu

Pada dasarnya, zakat diberikan kepada orang-orang yang telah dijelaskan dalam firman Allah Ta’ala,

 اِنَّمَا الصَّدَقٰتُ لِلْفُقَرَاۤءِ وَالْمَسٰكِيْنِ وَالْعَامِلِيْنَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوْبُهُمْ وَفِى الرِّقَابِ وَالْغَارِمِيْنَ وَفِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَابْنِ السَّبِيْلِۗ فَرِيْضَةً مِّنَ اللّٰهِ ۗوَاللّٰهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ

“Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (muallaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berhutang, untuk jalan Allah, dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui Lagi Maha Bijaksana.” (QS. At-Taubah [9]: 60)

Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum pengalokasian zakat untuk penuntut ilmu. Ada yang membolehkan dan ada yang tidak membolehkan. Mengenai pendapat yang membolehkan disebabkan penuntut ilmu dikategorikan sebagai fii sabilillah dan adanya perluasan bahwasannya makna fii sabilillah tidak hanya untuk berjihad atau bertempur melawan musuh.

Sedangkan pendapat yang tidak membolehkan disebabkan penyempitan makna fii sabilillah yang di khususkan bagi orang-orang yang berjihad dengan menggunakan senjata dan pergi ke medan pertempuran untuk menegakkan agama Islam. Karenanya zakat tidak diperbolehkan bagi para penuntut ilmu.

Syaikh Ibnu Utsaimin menerangkan, yang di maksud fii sabilillah adalah jihad untuk meninggikan kalimat Allah. Para mujahid diberikan zakat dengan tujuan sebagai nafkah dan membeli persenjataan.

Para ulama mengatakan bahwa makna fii sabilillah adalah jihad seseorang yang menghabiskan waktunya untuk belajar agama, ia bisa mendapatkan zakat untuk memenuhi kebutuhannya berupa nafkah, pakaian, makanan, minuman, tempat tinggal, dan kitab. Adapun kitab yang digunakan untuk menuntut ilmu berkedudukan sebagaimana pedang dan senjata yang berguna untuk memerangi para musuh. Karena menuntut ilmu syar’i merupakan bagian dari jihad di jalan Allah.

Imam An-Nawawi menjelaskan, seandainya seseorang mampu dan layak bekerja, namun tersibukkan dengan menunut ilmu syar’i, akhirnya ia mengambil jalan untuk bekerja, dan terputuslah ia dalam meraih ilmu, maka dalam keadaan tersebut ia berhak mendapatkan zakat. Karena hukum  menuntut ilmu syar’i adalah fardu kifayah. Akan tetapi jika ia bekerja dan tidak memutuskannya dari menuntut ilmu, maka ia tidak berhak mendapatkan.”

Dalam kitab Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyah dijelaskan bahwa Imam Hanafi, Imam Syafi’i, Imam Hanbali, dan Imam Maliki bersepakat mengenai kebolehan memberikan zakat kepada para penuntut ilmu. Dan para ulama mengkhususkan hanya bagi penuntut ilmu syar’i.

Kriteria Penuntut Ilmu Syar’i yang Berhak Mendapatkannya

Zakat berhak diberikan kepada para penuntut ilmu syar’i dengan ketentuan yang harus dipenuhi, di antaranya ialah:

  1. Hendaknya ilmu yang ia cari adalah ilmu-ilmu syar’i atau dasar-dasanya. Seperti ilmu nahwu, ushul fiqih, fiqih dan sebagainya.
  2. Hendaknya ia seorang yang fakir dan membutuhkannya, jika ia orang kaya maka tidak berhak mendapatkan zakat.
  3. Disibukkan dengan menuntut ilmu syar’i yang bisa menghalangi dirinya untuk bekerja.

Kesimpulan yang dapat dipetik ialah bahwasannya pemberiannya boleh dialokasikan kepada para penuntut ilmu syar’i, disebabkan para penuntut ilmu dikategorikan dalam makna fii sabilillah. Bagi penuntut ilmu duniawi, jika tujuan dari menuntut ilmunya untuk menegakkan agama Allah, maka ia juga berhak mendapatkan zakat. Namun, jika ia menuntut ilmu untuk dunia dan bisa mendapatkan keuntungam dunia setelah ia bekerja, maka ia tidak berhak mendapatkan zakat. Selain termasuk makna fii sabilillah, terdapat faktor yang menyebabkan penuntut ilmu mendapatkan zakat. Seperti ibnu sabil, fakir dan miskin. Wallahu A’lam bish Shawab (Ustadz Fajrun Mustaqim/ an-najma.com)

Baca juga: Hukum Jual Beli Kotoran Hewan

Referensi:

  1. Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin, Majmu’ Fatawa wa Rasail Ibnu   Utsaimin, jilid 18.
  2. Muhyiddin An-Nawawi, Al-Majmu’ Syarh Al- Muhadzab, jilid 7.
  3. Wizaratul Al-Auqof wa Syu’un Al-Islamiyah, Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-   Kuwaitiyah, jilid 28.

Leave A Reply

Your email address will not be published.