Asal-Usul Istilah Fuqaha
Istilah fuqoha tidaklah asing di telinga para pembaca sekalian. Terlebih lagi bagi para penuntut ilmu syar’i yang membahas berbagai hukum dan problematika seputar agama Islam. Adapun asal-usul istilah fuqoha sudah mulai marak di masa para sahabat hingga zaman sekarang, istilah fuqaha banyak disebut-sebut oleh para thalibul ilmi.
Fuqaha pada Masa Sahabat
Para pakar fikih di kalangan sahabat adalah mereka yang persahabatannya berlangsung lama dengan Rasulullah ﷺ, mereka yang melakukan pengamatan dan mengambil ilmu langsung dari Rasulullah ﷺ. Bangsa Arab pada masa itu merupakan bangsa yang mayoritas buta huruf, tidak memiliki kemampuan menulis dan membaca dengan baik. Sampai datanglah Rasulullah ﷺ membawa risalah Islam dengan wahyu pertama “iqra’!”. Berawal dari wahyu pertama ini, Rasulullah ﷺ mampu membawa bangsa Arab yang buta huruf kepada peradaban yang cemerlang dengan ilmu, bahkan tidak berhenti pada bangsa Arab saja, namun hingga seantero penjuru negeri, bahkan berkahnya masih terasa hingga hari ini.
Dengan latar belakang tersebut, ada beberapa dari kalangan para sahabat yang mulai mempelajari Al-Qur’an. Baik membacanya ataupun menuliskannya. Masyarakat menyebut mereka dengan sebutan al–qurra’, yang berarti orang-orang yang membaca Al-Qur’an. Hal tersebut dikarenakan bangsa Arab adalah bangsa yang mayoritas buta huruf. Karenanya orang yang dapat membaca Al-Qur’an memiliki sebutan khusus ini dan jumlah mereka yang hanya sedikit kala itu.
Keadaan seperti ini terus berlanjut sampai awal peradaban Islam. ketika Islam semakin berkembang dan memasuki pelosok-pelosok negeri, kondisi buta aksara pun terkikis dari bangsa Arab karena ketekunan mereka dalam membaca dan mempelajari Al-Qur’an, sehingga mereka dapat beristinbath dan pemahaman mereka tentang hukum Islam semakin sempurna hingga menjadi sebuah ilmu dan keahlian. Penyematan nama al-qurra bagi orang yang mampu membaca meningkat kepada sebutan al–fuqaha yang berarti para pakar hukum, dan Al-ulama yang berarti orang–orang yang berpengetahuan (berilmu). Dari sini dapat disimpulkan bahwa bangsa Arab mengalami peningkatan drastis, dari kalangan yang buta huruf menjadi bangsa yang bukan hanya bisa membaca, namun juga menyimpulkan hukum berlandaskan ilmu dari nash-nash syar’i.
Ibnu Qayyim menyebutkan dalam kitab I’lam al-Muwaqqi’in bahwa jumlah sahabat yang terkenal sebagai ahli fatwa adalah seratus tiga puluh orang atau lebih, baik dari kalangan laki-laki maupun perempuan. Di antara para sahabat yang banyak mengeluarkan fatwa ada tujuh orang. Mereka adalah; Umar bin Khaththab, ‘Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Mas’ud, ‘Aisyah Ummul Mukminin, Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Abbas, dan Abdullah bin Umar. (iffah/an-najma.com)
Baca Juga: Berkah Sepanjang Hari Karena Doa Di Pagi Hari
Referensi
Syaikh Manna’ al-Qaththan, Sejarah Legislasi Hukum Islam, (Jakarta Timur: Ummul Qura, 2017)
Ibnu Khaldun, Muqoddimah Ibnu khaldun, (Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar, 2017)
[…] Kesimpulannya, sebelum kita tutup sedikit rangkaian kisah kehidupan pembesar nya para tabi’in, bahwasanya Sa’id bin Musayyib adalah imam dari para ulama fikih di Madinah pada masa tabi’in. Ia tidak ragu untuk berijtihad jika memang diperlukan. Ijtihadnya berdasarkan asas-asas yang yang benar yang dikembalikan dan dikokohkan kepada Al-Qur’an dan sunah Rasulullah ﷺ. Demikianlah kesaksian dari salah seorang pemikir, Syaikh Muhammad Abu Zuhrah mengenai kebenaran perihal Sa’id Bin Musayyib,Sang fuqaha Madinah.Wallahu A’lam. (Iffah/an-najma.com) baca juga […]