Serial Qolbun Salim #1

2

Urgensi Niat dalam Ibadah

Niat merupakan suatu perkara yang datangnya dari hati  yang memiliki tujuan antara melakukan suatu kebaikan atau keburukan dan hanya dapat diketahui oleh pemilik hati tersebut. Niat merupakan syarat sah diterimanya suatu amalan yang kita lakukan, semua amalan bergantung dengan apa yang diniatkan. Dan niat bukan sekedar ucapan “saya berniat”, tetapi lebih dari itu niat merupakan dorongan hati seiring dengan taufik dari Allah. Maka urgensi niat dalam ibadah sangat besar.

Kadangkala niat yang lurus dalam suatu ibadah mudah dihadirkan, namun bisa juga menjadi sangat sulit. Niat yang lurus mudah dihadirkan bagi mereka yang hatinya dipenuhi dengan urusan agama dan akhirat, begitupun sebaliknya niat yang lurus akan sulit dihadirkan bagi mereka yang hatinya dipenuhi dengan urusan dunia dan seisinya. Berusaha menghadirkan niat yang lurus dalam ibadah sangat diperlukan. Karena dengan adanya niat yang benar dalam ibadah menjadikan kita lebih maksimal dalam menjalankannya.

Oleh karena itu,marilah kita intropeksi diri kita kembali. Sudah benarkah niat ibadah kita hanya mengharap rahmat dan ridha Allah, atau hanya sekedar ingin mendapatkan pujian dan sanjungan dari manusia semata.

Definisi Niat

Secara bahasa niat merupakan masdar dari kata نَوَى-يَنْوِى-نِيَّةً)) yang bermakna القَصْدُ (maksud) dan  الإِرَادَةُ (tujuan). Yaitu menfokuskan diri dalam ibadah yang dilakukan.

Jumhur ulama Syafi’iyah, Hanafiyah dan Malikiyah memiliki definisi niat tersendiri yang pada intinya niat adalah tekad seseorang di dalam hati dalam suatu tujuan yang beriringan dengan perbuatan, yang mana perbuatan tersebut untuk mendekatkan diri kepada Allah.

Sedangkan menurut KBBI niat merupakan maksud atau tujuan suatu berbuatan atau kehendak (keinginan dalam hati) akan melakukan sesuatu.

Fungsi Niat

Niat dalam ibadah sangat diperlukan. Syariat Islam menganjurkan untuk berniat kerena sebagai pembeda amalan ibadah yang satu dengan amalan ibadah yang lain. Niat juga sebagai penentu sah atau tidak sahnya seseorang dalam beribadah serta menjadikan seseorang mendapatkan pahala atau mendapatkan dosa. Semua itu dilihat dari apa yang diniatkan.

Status Niat dalam ibadah

Terdapat perbedaan pendapat di kalangan para ulama berkaitan dengan niat, apakah niat tersebut menjadi fardhu, rukun atau wajib?

Jumhur ulama Hanafiyah, Malikiyah dalam pendapat terpilihnya, dan kebanyakan dari Syafi’iyah berpendapat niat merupakan syarat dalam ibadah. Sedangkan Sebagian dari Syafi’iyah berpendapat niat merupakan rukun dalam berwudhu.

Di manakah Tempatnya Niat?

Para ulama berbeda pendapat tentang keberadaan tempat sebuah niat. Jumhur ulama Hanafiyah, kebanyakan dari Malikiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah berpendapat tempatnya niat bagi seseorang yang dihukumi beban syariat (mukalaf) yaitu di dalam hati disetiap perkara.

Sedangkan di kalangan Malikiyah ada yang berpendapat bahwasannya niat itu berada di dalam akal, bukan di dalam hati. Namun, kebanyakan ulama sepakat bahwasannya niat itu berada di dalam hati. Jika seseorang sudah berniat di dalam hati suatu amalan ibadah tanpa melafadzkannya dengan lisan itu sudah sah. Karena dalam madzhab Syafi’i hukum melafadzkan niat itu sunah.

Syarat dalam Niat

Adapun niat dalam ibadah memiliki syarat-syarat sebagai berikut:

  1. Islam yaitu seorang muslim diwajibkan untuk berniat dalam sebuah ibadah, dan tidak sah sebuah ibadah bagi orang kafir.
  2. Mengetahui tentang niat, yaitu hendaknya seseorang tersebut mengetahui tujuan niatnya. Kerena  orang yang bodoh yang tidak mengetahui tujuan sebuah amalan ibadah niatnya tidak sah.
  3. Hendaknya tidak mengingkari apa yang sudah diniatkan.
  4. Hendaknya niat yang dilakukan itu terlaksanakan.

Balasan Amal Sesuai dengan Niat

Sebagaimana dalam hadis Rasulullah Shalallau ‘Alaihi Wassalam bersabda:


عَنْ عُمَرُ بْنِ الخَطَابِ رَضِيَ اللَهُ عَنْهُ عَلىَ المِنْبَرِ قَالَ: سَمِعْتُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ وَ أِنَّمِا وَلِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ اِلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا أَوِ امْرَأَةٍ يَنْكُحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ

Dari Umar Radhiyallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda, “Amal itu tergantung niatnya, dan seseorang hanya mendapatkan sesuai niatnya. Barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, dan barang siapa yang hijrahnya karena dunia atau karena wanita yang hendak dinikahinya, maka hijrahnya itu sesuai ke mana ia hijrah.” (HR. Bukhari: 1, dan Muslim: 1907)

Menurut Imam Syafi’i hadits tersebut merupakan sepertiga dari ilmu, karena setiap perbuatan yang dilakukan baik atau buruk itu tergantung pada apa yang diniatkan. Jika kita melakukan amalan baik, maka kita akan mendapatkan apa yang kita niatkan. Begitupun sebaliknya, jika kita melakukan amalan buruk, maka kita akan mendapatkan apa yang kita niatkan.

Oleh sebab itu, niat dapat menentukan sebuah amalam yang kita lakukan. Nilai kebaikan dalam perkara mubah bisa menjadi kemaksiatan atau ketaatan lantara niat. Berbeda dengan kemaksiatan tidak hadirnya niat dalam hati sudah mendapatkan dosa, apalagi hadirnya niat dalam hati dapat melipatgandakan dosa tersebut. Maka dari itu, hadirnya niat bersamaan dengan ikhlas sangat dibutuhkan. Karena dengan keikhlasan amal ibadah yang diperintahakan oleh Allah akan terasa ringan dan mudah. Sebagaimana dalam firman Allah Ta’ala di dalam Al-Quran:

وَمَآ اُمِرُوْٓا اِلَّا لِيَعْبُدُوا اللّٰهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ حُنَفَاۤءَ…

“Dan tidaklah mereka diperintahkan kecuali supaya mereka menyembah kepada Allah, dengan mengikhlaskan agama karena-Nya, dengan menjauhkan diri dari kesesatan…” (QS. Al-Bayyinah [98]: 5)

Maksud dari “mengikhlaskan agama karena-Nya” yaitu segala amal dan ibadah yang dikerjakan dengan kesadaran, hendaklah diniatkan ikhlas karena Allah semata dan bersih dari pengaruh lainnya. “Menjauhkan diri dari kesesatan” yaitu condong kepada kebenaran, maksudnya menjauhi segala apa yang dilarangan oleh Allah dan mengerjakan apa yang diperintahkan oleh Allah. baca selengkapnya.

Nikmatnya Beribadah dengan Ikhlas Karena Allah

Hadirnya keikhlasan dalam ibadah kepada Allah merupakan rahmat yang Allah berikan kepada hambanya. Sebab jika hati dapat merasakan kenikmatan beribadah kepada Allah dan ikhlas mengerjakan semua amalan ibadah yang Allah perintahkan, maka tidak ada kenikmatan yang lebih manis baginya melebihi ibadah tersebut. Adapun sebaliknya jika ia beribadah selain kepada Allah dan mengerjakan apa yang dilarang oleh Allah, maka ia tidak akan merasakan kenikmatan dalam beribadah.

Maka sudah seharusnya kita berusaha untuk menghadirkan niat yang ikhlas dalam semua amalam ibadah yang kita kerjakan dalam kehidupan sehari-hari. Wallahu A’lam bish Shawab. (@Rumaisha07/ an-najma.com)

Refrensi:

  1. Hamka, Tafsir Al-Azhar, Cetakan IV, Gema Insan, Depok, 2020.
  2. Imam Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari, Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah, Beirut, 2014.
  3. Imam Muslim bin Hajaj, Shahih Muslim, Dar Al-Qutub Al-Ilmiyyah, Beirut, 2015.
  4. Ibrahim, Al-Mu’jam Al-Wasith, t.t.
  5. Ibnu Taimiyah, Tazkiyatun Nafs, Cetakan IV, Darus Sunnah Press, Jakarta Timur, 2011.
  6. Ibnu Rajab Al-Hambali, dkk, Cetakan XL, Pustaka Arafah, Jawa Tengah, 2020.
  7. Wizarah Al-Auqof As-Syuun Al-Islamiyyah, Al-Mausu’ah Al-Kuwaitiyyah, Jilid XLII, Dar As-Shafwah, 1992.
2 Comments
  1. Dunia yang Fana -

    […] Dunia itu layaknya air, apabila manusia terlalu asyik bermain dengannya, tubuh mereka akan menjadi basah kuyup. Maksudnya, jika ia terlalu memprioritaskan dunia, maka ia akan amnesia terhadap akhirat. Itulah nyatanya dunia yang fana. baca juga […]

  2. […] Maka, adanya keikhlasan dalam beribadah bertujuan untuk membersihkan hati dari segala kotoran sedikit atau pun banyak sehingga tujuan amal ibadah tersebut benar-benar murni karena Allah bukan selain Allah. Perkara ikhlas dalam beribadah dapat dilakukan oleh seseorang yang mencintai Allah dan menggantungkan seluruh harapannya kepada Allah. Tidak tersisa di dalam hatinya kecintaan terhadap dunia. Bila ia melakukan amalan ibadah, maka ia akan mengerjakannya dengan ikhlas dan dengan niat yang benar. Sedangkan yang tidak bisa berbuat demikian, sesungguhnya pintu ikhlas tertutup baginya kecuali hanya sedikit saja. baca juga […]

Leave A Reply

Your email address will not be published.