Abu Hatim Ar-Razi

0

Semangat juang dan Keilmuwan yang Tinggi

Abu Hatim Ar-Razi bernama lengkap Muhammad bin Idris Al-Mundzir bin Dawud bin Mahran Al-Hanzhali Al-Hafidz. Beliau lahir pada tahun 195 Hijriyah dan di tahun 209 beliau telah mampu melahirkan karya yang pertama kalinya. Abu Hatim Ar-Razi hidup di masa Imam Bukhari dan tercatat dalam thabaqahnya. Hanya saja Abu Hatim Ar-Razi berusia dua puluh tahun lebih panjang dibanding Imam Bukhari. Abu Hatim Ar-Razi tinggal di daerah Hanzdalah daerah Rai, sehingga nama beliau dinisbatkan pada daerah tersebut.

Abu Hatim Ar-Razi adalah salah satu ulama yang banyak meriwayatkan hadits serta teguh dalam memegang sunnah. Pernah suatu ketika Abu Hatim Ar-Razi mengumumkan di pintu Abul Walid siapa yang bisa menghadirkan hadits kepada beliau yang belum pernah beliau dengar, maka akan mendapat bayaran satu dirham dari Abu Hatim Ar- Razi. Dengan maksud Abu Hatim Ar-Razi ingin mengambil hadits yang dimiliki orang lain tapi beliau belum memilikinya.

Lalu berkumpulah orang-orang di pintu Abul Walid, Tapi tak seorang pun yang dapat memberikan apa yang diinginkan oleh Abu Hatim Ar-Razi berupa hadits yang belum beliau dengar. Maka ketika orang menunjukkan di mana tempat beliau bisa mengambil hadits, beliau bersegera untuk ke tempat tersebut.

Pada kali kesempatan lain, ketika Muhammad bin Yahya Adz-Dahuli An-Naisabur datang ke Rai, Abu Hatim Ar-Razi membacakan tiga belas hadits kepadanya. Dari tiga belas hadits tersebut Muhammada bin Yahya hanya mengetahui tiga hadits saja.

Rihlah dan Semangatnya dalam Mencari Hadits

            Perjalanan yang dilakukan Abu Hatim Ar-Razi untuk pertama kalinya menghabiskan waktu selama tujuh tahun ketika itu usia beliau telah mencapai dua puluh tahun. Ya, dalam waktu tersebut Abu Hatim Ar-Razi dengan kedua kaki bajanya telah menempuh perjalanan lebih dari seribu farsakh, dimana satu farsakh sekitar 8 km atau 3 ¼ mil. Sudah tak terkira berapa langkah dan tak terhitung lagi Abu Hatim melakukan perjalanan dari Kufah ke Baghdad dan dari Mekah ke Madinah. Bukan hanya itu, beliau juga melakukan perjalanan ke Bahrain, ke dekat kota Sila menuju ke Mesir, dari Mesir menuju Ramallah kemudian bertolak ke Baitul Maqdis, Asqalan, Thabar, Damaskus, Himsha, Antakiya, Tursus, Bisan, Rika, Syam, Wasith, bahkan Abu Hatim Ar-Razi juga menyebrangi sungai Eufrat dan sungai Nil.

            Perjalanan ini dilakukan dari tahun 213 H sampai 221 H. Sedang ekspedisi rihlah ilmiyah Abu Hatim yang kedua kalinya hanya berlangsung selama tiga tahun. Ada sedikit kisah haru ketika Abu Hatim beada di Bashrah untuk mencari hadits. Delapan bulan berlalu ketika Abu Hatim berada di Bashrah, ketika tiba waktu sore seusai berkeliling mengikuti pengajian hadits dari para syekh, Abu Hatim pulang ke pemondokan dan temanya pulang ke rumahnya sendiri.

            Di pemondokan Abu Hatim hanya bisa minum air tanpa makan karena habisnya perbekalan beliau. Namun beliau menyembunyikan perihal itu dari temannya dan tetap pergi berkeliling mencari hadits, begitulah hingga datang hari berikutnya Abu Hatim tak sanggup untuk menyembunyikan kenyataan bahwa sudah dua hari perut beliau tidak terisi makanan sehingga membuat beliau begitu lemah dan tak mampu berkeliling untuk mencari hadits. Lalu temannya menawarkan bahwa dirinya hanya memiiki uang satu dinar. Maka setengah untuk beliau dan setengah untuk membayar ongkos sewa. Dengan uang setengah dinar itulah akhirnya beliau meninggalkan Bashrah.

Karena kelebihan beliau, banyak ulama yang menyanjungnya. Diantara sanjungan para ulama adalah perkataan Abul Qasim Hibbatullah bin Al-Hasan AlAlkai,”Abu Hatim Ar-Razi adalah seorang imam yan pandai, hafizh, cakap dan berpendirian teguh dalam bidang hadits.”

Baca lainnya: Ibunda Pemuka Kaum Zuhud

Guru dan Murid-Muridnya         

            Seorang ulama hebat seperti Abu Hatim Ar-Razi ini tak luput dari bimbingan dan pengajaran dari para gurunya juga. Jumlah guru Hatim Ar-razi sangat banyak hingga mendekati angka tiga ribu orang. Dan untuk menyebutan nama-nama guru Abu Hatim adalah sesuatu yang tidak mungkin untuk dilakukan. Diantara gurunya adalah Abu Nu’aim, Muhammad bin Abdillah Al-Anshari, Abdullah bin Shaleh, Abul Yaman, Abu Mushir dan Al-‘Ashma’i.

            Abu Hatim Ar-Razi juga mendapat ilmu dari ayahnya sendiri. Bagi Abu Hatim Ar-Razi ayahnya bukan sekedar orangtua kandungnya, tapi juga guru yang sangat beliau hormati. Ayahnya selalu membimbing dan mengawalnya menuntut ilmu sampai Abu Hatim Ar-Razi berusia dua puluh tahun.

            Sebagai seorang ulama besar, Abu Hatim juga berhasil mencetak murid-murid yang kemudian menjadi ulama besar. Diantaranya adalah Abu Zur’ah Ad-Dimasyqi, Abu Abdirrahman An-Nasa’i, dan anaknya sendiri Abu Muhammad Abdurrahman bin Hatim Ar-Razi.

Meninggalnya

            Pengembaraan panjang Abu Hatim Ar-Razi dalam mencari ilmu dan usaha beliau menebarkannya berakhir ketika beliau kembali ke hariban-Nya, tepatnya di Rai pada bulan Sya’ban tahun 277 Hijriyah. Wallahu A’lam Bish Shawab

Leave A Reply

Your email address will not be published.